TEMPO.CO, Jakarta -Hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) memperlihatkan 83,7 persen masyarakat mendukung penuntasan kasus dugaan korupsi minyak goreng oleh Kejaksaan Agung. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, masyarakat menilai hakim akan menjatuhkan hukuman secara adil dalam kasus mafia minyak goreng.
“Total 83,7 persen yang sangat atau mendukung langkah Kejaksaan Agung,” katanya dalam konferensi pers virtual melalui kanal YouTube Indikator Politik Indonesia, Minggu, 15 Mei 2022.
Angka tersebut berdasarkan survei dari tanggal 5-10 Mei 2022 yang melibatkan 1.228 responden. Metode yang digunakan adalah random digit dialing (RDD) dan margin of error 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Untuk yang kurang percaya penuntasan kasus tersebut, ada 20 persen masyarakat kurang percaya. Sedangkan yang tidak percaya sama sekali ada 3,2 persen dan yang tidak tahu atau tidak menjawab ada 17,1 persen.
Kemudian ditunjukkan sebanyak 73,7 persen masyarakat cukup atau sangat percaya telah terjadi tindak pidana korupsi yang melibatkan pengusaha minyak goreng. Sedangkan survei pada bulan lalu menunjukkan ada 72,5 persen masyarakat yang percaya ada keterlibatan pengusaha minyak goreng dalam kasus tersebut.
“Yang yakin, dan sangat yakin itu juga mengalami peningkatan di bulan Mei. Yang awalnya kurang yakin setelah sekian lama, mereka tingkat kekurang yakinannya sedikit turun,” ujar Burhanuddin.
Survei bulan ini menunjukkan kurang percayanya masyarakat atas itu naik 17,2 persen dari 11,8 persen. Tidak percaya sama sekali pada Mei 2022 sebanyak 2,8 persen dan April 2022 ada sembilan persen, serta yang tidak tahu atau tidak jawab menurun menjadi 7,6 persen, sebelumnya 13,6 persen.
Dari data bulan lalu, IPI melakukan survei pada 20-25 April 2022 yang melibatkan 1.219 responden. Metode yang digunakan juga random digit dialing (RDD) dan margin of error 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Isu minyak goreng ini juga berdampak pada menurunnya ketidakpuasan kinerja Presiden Joko Widodo dari 64,1 persen menjadi 58,1 persen. Alasan yang dihimpun dari survei seperti kenaikan harga bahan pokok, Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng tidak merata, dan gagal menangani mafia minyak goreng.
“Kita mendengar BLT (Bantuan Langsung Tunai) minyak goreng, kenapa ada 10,7 persen yang menjawab alasannya tidak puas? Mungkin distribusi BLT minyak goreng tidak tepat sasaran. Kedua, jangan-jangan yang menerima BLT minyak goreng tidak banyak,” ujar Burhanuddin.
Dia menilai saat BLT minyak goreng disampaikan, justru menimbulkan kecemburuan. Orang yang tidak terima merasa tidak puas terhadap kinerja presiden, karena orang tersebut merasa berhak terima BLT tapi tidak menerima. Karena itu respoden mendukung penuntasan kasus mafia minyak goreng.
FAIZ ZAKI
Baca Juga: MAKI: Masih Ada Mafia Minyak Goreng Besar yang Belum Diungkap Kejaksaan Agung