TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menyebut putusan terbaru Mahkamah Agung (MA) telah menjadi payung hukum untuk penyediaan vaksin Covid-19 halal di Tanah Air. Saat ini, kata dia, kapasitas vaksin halal seperti Sinovac dan yang lainnya terus meningkat.
"Maka penggunaan vaksin Covid-19 untuk umat Muslim akan digantikan sepenuhnya dengan vaksin yang sudah mendapatkan fatwa halal," kata Wiku dalam keterangan pers, Rabu, 27 April 2022.
Sebelumnya pada 14 April, MA menerbitkan putusan Nomor 31P/HUM/2022 tentang vaksin halal dan mengabulkan gugatan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI). Putusan ini resmi menganulir Pasal 2 pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 2 bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi yaitu Pasal 4 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Pasal 4 ini berbunyi: "Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal"
Pasal 2 memang sama sekali tidak memuat frasa halal untuk vaksin Covid-19. Oleh sebab itu, MA menyatakan Pasal 2 ini tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, serta bertentangan dengan UU Jaminan Produk Halal, sepanjang tidak dimaknai:
"Pemerintah (Menteri Kesehatan, Komite Penanganan Covid-19, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan) wajib memberikan perlindungan dan jaminan tentang kehalalaN jenis Vaksin Covid-19 yang ditetapkan untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di wilayah Indonesia"
Sebenarnya, kata Wiku, seluruh vaksin yang ada di Indonesia dapat digunakan karena alasan kedaruratan, berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun kini kapasitas vaksin halal sudah meningkat, sehingga pemerintah akan memprioritaskannya untuk vaksin bagi umat muslim.
Selain soal vaksin halal, Wiku juga mengklarifikasi kabar berantai bahwa pandemi Covid-19 berakhir dan aplikasi PeduliLindungi melanggar hak asasi manusia. “Tidak benar bahwa pemerintah telah menyatakan pandemi COVID-19 berakhir," kata dia.
Wiku juga membantah aplikasi Peduli indungi melanggar hak asasi terkait penyalahgunaan data pribadi adalah tidak benar. Menurut dia, input data pribadi dilakukan dengan persetujuan pemilik informasi terlebih dahulu dan data ini telah disimpan.
"Serta terjaga dengan baik di Pusat Data Nasional Kementerian Kominfo (Komunikasi dan Informatika) dan diawasi oleh BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara),” kata dia.
Sampai hari ini, MUI telah menerbitkan empat fatwa soal vaksin halal. Pertama, Fatwa Nomor 2 Tahun 2021 tentang produk vaksin dari Sinovac Life Scineces Co. Ltd Cina dan PT Bio Farma (Persero). Kedua, Fatwa Nomor 53 Tahun 2021 mengatur tentang produk vaksin ZifivaxTM dari Anhui Zhifei Longcon Biopharmaceutical Co. Ltd.
Ketiga, Fatwa Nomor 8 Tahun 2022 mengatur produks vaksin Merah Putih dari Biotis Pharmaceuticals Indonesia yang bekerja sama dengan Universitas Airlangga, Jawa Timur. Keempat, Fatwa Nomor 9 Tahun 2022 yang mengatur tentang produk vaksin GEN2-Recombinant Covid-19 Vaccine dari Beijing Institute of Biological Produts Co Ltd.
Di luar itu, ada vaksin AstraZeneca, Pfizer, hingga Moderna yang ditetapkan haram, atau belum jelas status halal haramnya, tapi bisa digunakan dalam kondisi barurat atau hukumnya mubah (boleh).
Tapi dengan adanya ketersediaan vaksin halal, kata Asrorun, maka hukum mubah pada vaksin yang halal dan najis tersebut menjadi hilang. "Hukum mubah menjadi batal, sesuai fatwa yang disampaikan," kata Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am Sholeh, Selasa, 26 April 2022.