INFO NASIONAL - Dikisahkan dalam kitab Ramayana karya pujangga Walmiki (120 M), tentang pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, diperkirakan Pulau Sumatera), terletak di kepulauan Dwipantara atau Kepulauan Tanah Seberang. Kata Dwipantara berasal dari bahasa sangsekerta, dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang).
Masa penjajahan Belanda, kata “pulau” ditemukan dalam lagu Indonesia Raya ciptaan Wage Rudolf Supratman, yang diperdengarkan di Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Pada Stanza ketiga alinea kelima berbunyi S’lamatlah rakyatnya, S’lamatlah putranya, Pulaunya, Lautnya, semuanya.
Melalui lagu Indonesia Raya, pemerintah menegaskan menjaga pulau dan lautnya untuk kemajuan negeri, Indonesia Raya. Namun demikian, dalam sidang sengketa pulau Sipadan dan Ligitan (17 Desember 2002) di Belanda, pemerintah saat itu belum dapat menyakinkan upaya “effective occupation”, sehingga Mahkamah Internasional mengakuinya sebagai milik Malaysia.
Agar sejarah pahit ini tidak terulang lagi, pemerintah menerbitkan Perpres 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT), bertujuan menjaga kedaulatan, keberlanjutan/kelestarian, dan kesejahteraan masyarakat.
Sejak saat itu, perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian, termasuk perizinan pulau-pulau kecil, telah memiliki regulasi dan kewenangan memadai, kelembagaan yang effektif, serta tersedianya data-data potensi sumber daya.
Harapan, Regulasi, dan Kelembagaan
Kebijakan pendayagunaan pulau-pulau kecil saat ini, memberi harapan besar kedepan, melalui penguatan regulasi dan reorganisasi kelembagaan yang memiliki mandat untuk mengeksekusi kebijakan, dengan prioritas pada empat hal pokok.
Pertama, Pengelolaan Lahan dan Sertifikasi Pulau. Sesuai UUD 1945 pasal 33, bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya, termasuk pulau-pulau kecil (PPK) dikuasai dan dicatat sebagai aset negara atas nama pemerintah, pemerintah daerah maupun masyarakat adat/lokal dan tradisional, melalui proses sertifikasi. Setelah itu, pengelolaan lahan PPK dapat dilakukan melalui kerjasama investasi, maupun pembangunan infrastruktur lainnya.
Persentase luasan pemanfaatan lahan pulau diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2019 Tentang Pengalihan Saham dan Luasan Lahan Dalam Pemanfaatan PPK dan Pemanfaatan Perairan di Sekitarnya Dalam Rangka Penanaman Modal Asing, yang bertujuan mendorong pelaku usaha untuk berinvestasi dan melakukan divestasi, dalam pemanfaatan PPK.
Sedangkan pengaturan sertipikasi hak atas tanah, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, maupun Permen ATR/KBPN Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah. Adapun Permen ATR/KBPN No. 17 Tahun 2016 mengatur Tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan PPK.
Kedua, Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT). Pada prinsipnya PPKT merupakan penegasan kedaulatan wilayah NKRI kepada masyarakat internasional, melalui berbagai kebijakan, diantaranya pendepositan pulau ke PBB, dan perjanjian batas negara.
Regulasi pengelolaan PPKT diatur dalam Perpres Nomor 78 Tahun 2005, yang kelembagaannya dikoordinasikan oleh Menkopolhukam. Demikian pula Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 Tentang Pemanfaatan PPKT.
Adapun upaya “effective occupation” yang diinisiasi pemerintah bersama pemerintah daerah, masyarakat pulau, LSM/NGO dan pelaku usaha, diantaranya konservasi penyu di PPKT, pemberdayaan masyarakat pulau, dan kerjasama investasi.
Ketiga, Sarana Prasarana dan Ekonomi Biru (blue economy). Pemanfaatan pulau-pulau kecil membutuhkan dukungan sarana prasarana atau infrastruktur, untuk mendorong kegiatan investasi, yang menghubungkannya dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi disekitarnya.
Dalam memanfaatkan dan mengusahakan sumber daya kelautan, diantaranya usaha perikanan, industri kelautan, wisata bahari, bangunan laut, mengacu pada UU Kelautan Nomor 32 Tahun 2014 pasal 14, yang dilakukan berdasarkan prinsip ekonomi biru.
Ekonomi biru dimaksudkan untuk menyeimbangkan ekologi dan ekonomi dalam pemanfaatan pulau-pulau kecil, baik oleh pemerintah dan pemerintah daerah, bekerjasama dengan pelaku usaha yang melibatkan masyarakat setempat. Jika ekologi pulau dapat terjaga dan lestari, niscaya akan mendorong investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat pulau.
Keempat, Pendataan pulau-pulau dan Investasi. Data-data spasial potensi sumber daya alam dan peruntukkan pulau, serta daya dukung pulau, menjadi referensi pelaku usaha dalam melakukan investasi pemanfaatan PPK.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengelola dan memutahirkan data mengenai wilayah pesisir dan PPK secara periodik, didokumentasikan serta dipublikasikan sebagai dokumen publik untuk dimanfaatkan sesuai dengan UU Nomor 27 Tahun 2007 jo UU Nomor 1 Tahun 2014 pasal 15 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.
Arah baru pendayagunaan pulau-pulau kecil merupakan upaya strategis pemerintah melindungi kedaulatan Indonesia terutama di PPKT, mengelola dan menjaga kelestarian pulau berdasarkan prinsip ekonomi biru, serta meningkatkan sarana prasarana dan investasi untuk kesejahteraan masyarakat.
Penulis: Rido Miduk Sugandi Batubara, Ahli Madya Pengelola Ekosistem Laut dan Pesisir (PELP), Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementrian Kelautan dan Perikanan.