INFO NASIONAL – Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta usut tuntas perusahaan-perusahaan sawit yang berdasarkan informasi mensponsori untuk pembiayaan wacana penundaan Pemilu 2024. Informasi itu didapat dari pernyataan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu.
“Informasi yang disampaikan saudara Masinton tersebut memang perlu diverifikasi kebenarannya. Bahkan bagus sekali bila beliau buka-bukaan soal informasi yang menghebohkan ini,” kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA, baru-baru ini.
Menurutnya masyarakat perlu mengetahui siapa saja pihak perusaahan kelapa sawit yang sudah merugikan bangsa dan negara akibat minyak goreng langka dan mahal, dan malah terlibat dalam persekongkolan jahat itu. “Dan agar Kejagung juga segera menindaklanjutinya dengan mengusut tuntas dan nantinya memberikan sanksi hukum yang keras bila informasi itu terbukti benar adanya,” kata dia.
Hidayat mengatakan, bila informasi itu benar maka tindakan tersebut merupakan jenis kejahatan hukum dan pelecehan terhadap konstitusi secara serius. Karena menurut dia telah menyeret Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ke dalam fitnah yang mencoreng nama dan marwah MPR. Padahal, MPR sebagai benteng penjaga, pembuat dan pensosialisasi Konstitusi, sejak tahun lalu sudah menegaskan tidak ada agenda amandemen UUD untuk memperpanjang masa jabatan Presiden.
“Badan Pengkajian MPR beserta seluruh Fraksi dan kelompok DPD di MPR sudah sepakat tidak mengamandemen UUD terkait PPHN untuk menutup pintu yang ada agar tidak ditunggangi oleh agenda selundupan amandemen guna memperpanjang masa jabatan Presiden,” ujarnya.
Wacana penundaan pemilu dan memperpanjang jabatan Presiden, menurut Hidayat hanya bisa dilakukan melalui amandemen UUD NRI 1945 via MPR. Oleh karenanya, dia mengatakan, selaku pimpinan MPR akan terus komitmen tegak lurus menaati Konstitusi, yang sudah jelas mengatur masa jabatan Presiden maksimal dua periode, dan Pemilu setiap lima tahun. Juga menguatkan komitmen Pimpinan MPR serta kesepakatan bulat di BP MPR bahwa tidak ada amandemen UUD terkait perpanjangan masa jabatan Presiden.
“Apalagi sikap Pemerintah dari Presiden Jokowi, Menkopolhukam dan Mendagri semakin jelas, dengan dilantiknya KPU dan Bawaslu, bahwa tidak ada perubahan terhadap agenda Pemilu serentak pada 14 Februari 2024,” ujarnya.
Sejak Januari hingga April seluruh lembaga survey menyebutkan hasil yang sama bahwa mayoritas Responden termasuk yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi, tidak setuju penundaan Pemilu, atau perpanjangan masa jabatan Presiden. Bahkan Presiden Jokowi akhirnya menegaskan bahwa beliau tidak setuju dengan perpanjangan masa jabatan Presiden, dan mengingatkan menterinya berhenti mewacanakan penundaan atau perpanjangan masa jabatan Presiden.
Presiden juga meminta para menteri fokus bersama KPU mempersiapkan tahapan menuju pelaksanaan Pemilu serentak pada 2024. Tetapi, di tengah peta sosial dan politik, yang sangat jelas, sangat disayangkan, ada saja oligarkhi dan pengekornya yang menjual isu perpanjangan masa jabatan Presiden. Bahkan kabarnya untuk itu akan membayari MPR.
“Ini adalah jenis kejahatan serius yang akan merusak demokrasi dan kepercayaan terhadap Konstitusi serta Lembaga-Lembaga Negara. Itu sangat membahayakan masa depan demokrasi dan NKRI,” kata Hidayat Nur Wahid. Karenanya, lanjut dia, Kejagung perlu segera mengusut tuntas dan menghukum keras mereka yang melanggar hukum dan berbuat jahat terhadap Konstitusi. “Mereka juga menyebar niat dan aksi kotor akan membayari MPR, suatu hal yang pasti akan ditolak oleh MPR,” kata dia. (*)