TEMPO.CO, Jakarta - Survei oleh Indonesia Political Opinion (IPO) menunjukkan ada 53 persen responden tidak setuju Ibu Kota Negara (IKN) pindah ke Kalimantan Timur. “Sangat tidak setuju berjumlah 4 persen,” ujar Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah Putra dalam keterangan tertulis, Sabtu, 26 Februari 2022.
Sementara, yang setuju dengan pemindahan IKN dalam survei berjudul Dinamika Isu Sosial Kemasyarakatan dan Konstelasi Politik 2024 periode 15-22 Februari itu, sebanyak 36 persen. Dan yang sangat setuju 7 persen.
Survei itu dilakukan dengan metode wawancara penelitian melalui sambungan telepon kepada responden. Survei ini melibatkan data populasi sebanyak 196.420 yang dimiliki IPO sejak periode 2019-2021.
Dari total populasi itu, ada 7.200 responden yang memungkinkan untuk menjadi responden. Metode ini memiliki margin of error 2.90 persen, dengan tingkat akurasi data 95 persen.
Pengaturan pengambilan sample menggunakan teknik multistage random sampling (MRS), atau pengambilan contoh bertingkat. Survei ini berhasil mengambil representasi sample yang tersebar proporsional dalam skala nasional. Dengan teknik ini setiap anggota populasi (responden) miliki peluang setara untuk dipilih atau tidak menjadi responden.
“Untuk menguji validitas responden, IPO melakukan spot check pada 15 persen dari total populasi sample dan pengujian metode pra-research,” kata Dedi.
Untuk sampling demografi berdasarkan gender masing-masing 50 persen wanita dan 50 persen pria dengan usia 17 tahun ke atas dengan yang paling banyak 41 tahun ke atas. Selain itu sampling dari masyarakat kota 52 persen dan desa 18 persen.
Sampel survei Ibu Kota Negara ini paling banyak berasal dari Jawa (40,7 persen), Sunda (14,3 persen), Melayu (2,6 persen), Aceh (1,4 persen), Batak (2,8 persen), Minang (1,9 persen), Bugis (2,4 persen), Tionghoa (0,8 persen), dan lainnya (33,1 persen). Dan latar pendidikan palling banyak dari sekolah menengah (48 persen), sekolah dasar (22 persen), perguruan tinggi (13 persen), dan lainnya (17 persen).
Baca juga: Soal Ibu Kota Baru, Jokowi: Perubahan Besar Pasti Ada Pro dan Kontra