TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah nama yang merasa berpotensi kuat jadi capres 2024 terus melancarkan manuver politik. Di antaranya, mereka menyambangi para kiai atau ulama dan ziarah ke makam orang yang dianggap wali.
Beberapa tokoh yang terlihat sudah melakukan ini adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, hingga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Peneliti Pusat Riset Politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati menekankan, manuver yang dilakukan mereka tidak bisa dielakkan dari manuver politik menghadapi Pilpres 2024.
"Upaya untuk mendapatkan wasilah atau karomah yang itu secara spiritual penting bagi kandidat untuk mengangkat citra dan nama dalam kancah pertarungan politik," kata dia saat dihubungi, Ahad, 20 Februari 2022.
Wasisto menekankan, upaya mengangkat citra dengan cara ini masih relevan di tengah-tengah masyarakat Indonesia, meskipun pada 2024 mendatang akan juga didominasi oleh generasi milenial yang katanya lebih berpikiran modern.
"Meskipun secara demografis, populasi pemilih akan didominasi oleh milenial, karomah atau wasilah itu tetap dibutuhkan mengingat kekuatan figur berbasis kharisma itu masih relevan untuk menarik pilihan politik milenial," tegasnya.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno menekankan, kunjungan mereka ke ulama atau kiai sepuh ini serta makam orang-orang yang dinilai punya pengaruh besar tersebut juga menjadi upaya mereka dalam menjelaskan posisi politik mereka.
"Tentu sebagai upaya penetrasi orang seperti Ganjar, Muhaimin dan Airlangga. Ada mereka yang dekat dengan ulama-ulama yang memang cukup kuat pengaruhnya di kalangan masyarakat," tutur dia saat dihubungi terpisah.
Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menekankan, manuver ini mereka tempuh karena memang tradisi mengunjungi para wali itu juga jadi bagian dari ukuran masyarakat apakah sosok calon itu memiliki pemahaman bagaimana merawat tradisi keislaman yang cukup kentara dengan watak lokal tradisional.
"Ini bukan hanya fenomena 2024, 2019 juga begitu kan, 2014 juga begitu. Artinya mengunjungi makam itu kan sebagai bentuk penghormatan tertinggi kepada wali-wali atau makam-makam yang dinilai punya pengaruh besar, bagian dari upaya merawat tradisi," tegas Adi.
Lagi pula, dia menekankan, para pemilih yang didominasi generasi milenial pada 2024 juga tipenya bukan merupakan tipe pemilih yang rasional atau memilih berdasarkan informasi yang mereka pahami sendiri, melainkan masih cenderung mudah dimobilisasi.
"Ini kan adalah milenial yang sebenarnya lebih banyak dimobilisasi, bukan milenial yang rasional. Rata-rata milenial kita itu kan apatis secara politik, mereka tidak peduli terlibat dukung mendukung dalam persoalan politik, tergantung siapa yang mengajak," tegasnya.
Anak muda Indonesia, dinilainya tidak identik dengan kemajuan rasionalitas dan keterbukaan dalam berpolitik. Oleh sebab itu, para kandidat capres 2024 menurutnya masih menganggap pentingnya pendekatan tradisional dalam mengangkat citra, salah satunya dengan mengunjungi para kiai sepuh dan makam wali.
"Sebenarnya milenial itu jauh lebih pragmatis ketimbang pemilih nonmilenial. Pragmatis ya ukurannya untung rugi bagi mereka. Apa yang bisa didapatkan, terutama untung rugi secara ekonominya," ungkap Adi.
Seperti diketahui, sejumlah nama yang dianggap atau merasa punya kans maju di Pilpres 2024 melakukan sowan kiai atau ziarah ke makam wali. Hal itu diantaranya dilakukan Ganjar yang mengunjungi Gus Baha, kiai asal Narukan, Rembang; Muhaimin yang ziarah ke makam wali songo; ataupun Airlangga yang hadir di acara haul Ki Ageng Gribig di Klaten beberapa waktu lalu.