TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum kemerdekaan Indonesia, profesi jurnalis banyak dilakukan kaum pria. Padahal, dalam sejarahnya terdapat banyak perempuan yang berkiprah di dunia jurnalisme. Bahkan, saat ini telah banyak jurnalis-jurnalis perempuan tanah air. Najwa Shihab adalah salah satu di antara jurnalis perempuan terkenal hingga memiliki acara sendiri di stasiun televisi.
Dalam sejarah, terdapat beberapa tokoh jurnalis perempuan yang memiliki pengaruh besar terhadap sejarah Indonesia bahkan disebut sebagai pahlawan nasional.
Kisah 4 Jurnalis Perempuan
Empat tokoh itu di antaranya, Rohanna Koeddoes, SK Trimurti, Herawati Diah, dan Ani Idrus.
- Rohanna Koeddoes
Rohanna Koeddoes atau Rohana Kudus adalah seorang jurnalis perempuan pertama Indonesia. Ia juga pendiri surat kabar perempuan pertama, Soenting Melajoe. Perempuan kelahiran 20 Desember 1884 itu juga merupakan seorang aktivis emansipasi wanita. Ia mendirikan sekolah kerajinan Amai Setia untuk pribumi putri yang mengajarkan keterampilan.
Meski tidak mengenyam bangku pendidikan formal lantaran saat itu ia lahir di zaman Kartini, namun perempuan asal Padang, Sumatera Barat itu sangat rajin belajar. Melalui bahan bacaan yang dibawakan oleh ayahnya yang seorang pegawai Pemerintah Belanda, Rohanna menguasai materi dan mampu menulis, membaca, hingga fasih mempelajari beberapa bahasa.
Kiprah Rohanna dalam bidang jurnalistik pun tidak berhenti pada Soenting Melajoe. Ia pindah ke Medan pada 1920 dan bekerjasama dengan Satiman Harahap memimpin redaksi Perempuan Bergerak.
Pada 7 November 2019 Rohanna Koeddoes dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo. Bahkan, untuk mengenang jasanya, wajah Rohanna sempat terpampang di halaman utama mesin pencarian Google dalam doodle setahun sekali mulai tahun 2021.
- SK Trimurti
Soeratri Karma Trimurti atau S.K. Trimurti dikenal sebagai seorang wartawati Indonesia. Tulisannya yang terkenal tajam dan cenderung berani, sering menimbulkan kecurigaan Pemerintah Belanda saat itu. Ia pernah mendekam di penjara Blitar hingga 1943 karena memuat artikel yang berkampanye anti imperialisme dalam majalah Pesat.
Awal mula ia mengenal dunia tulis menulis adalah dari Soekarno. Ketika berusia 20 tahun, perempuan kelahiran 11 Juli 1912 itu rajin mendengar orasi presiden pertama RI dan membuatnya ingin bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo).
Trimurti mulai mengenal dunia jurnalistik pada saat Partindo berkampanye lewat surat kabar Suluh Indonesia Muda dan Fikiran Rakjat. Perempuan asal Boyolali Jawa Tengah itu pun kemudian memilih melanjutkan pengalamannya di bidang jurnalistik dengan mengirim tulisan-tulisannya ke surat kabar Berdjoang yang berkantor di Surabaya.
Ia begitu cinta pada dunia jurnalistik. Sejak tahun 1935 Trimurti banyak menerbitkan majalah dan surat kabar. Mulai dari Bedug, Terompet, Suara Marhaeni, hingga majalah Pesat.
- Herawati Diah
Dikenal sebagai tokoh Pers Indonesia pada masa pendudukan Jepang. Perempuan kelahiran 3 April 1917 itu mengenyam pendidikannya di Europeesche Lagere School (ELS) di Salemba, Jakarta. Kemudian melanjutkan pendidikan ke Negeri Sakura, Tokyo, Jepang. Perjalanan karir Siti Latifah Herawati atau Herawati Diah sebagai jurnalis bermula ketika dirinya menjadi stringer pada usia yang ke 22 di United Press International (UPI) sebuah kantor berita di Amerika Serikat.
Lalu, ia melanjutkan menjadi wartawan dan menikah bersama teman satu profesi yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Burhanuddin Moehamad Diah atau BM Diah. Menikah dengan BM Diah menjadikannya dipanggil Herawati Diah. Kemudian, pasangan itu menerbitkan Harian Merdeka.
Bahkan, Herawati juga memimpin dua majalah yaitu Merdeka yang terbit setiap minggu dan majalah Keluarga titipan ibunya. Herawati mengembuskan napas terakhirnya pada usia yang ke-99 pada 30 September 2016 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.
- Ani Idrus
Ani Idrus adalah seorang wartawati senior yang mendirikan Harian Waspada bersama suaminya H. Mohamad Said pada 1947. Perempuan kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat, 25 November 1918 itu memulai profesi sebagai wartawan pada 1930 dengan menulis majalah Panji Pustaka Jakarta. Berdasarkan sumber tertulis, ia juga banyak menerbitkan majalah-majalah lainnya.
Ani Idrus sempat menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Harian Umum Nasional Waspada, Majalah Dunia Wanita, dan Edisi Koran Masuk Desa sejak 1969 dan berlangsung hingga tiga tahun selanjutnya.
Sebagai wartawati senior, ia juga turut mendirikan dan membina organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Beragam penghargaan pun diperolehnya semenjak dirinya menjadi seorang wartawan perempuan. Misalnya, Ani Idrus menerima anugrah Satya Penegak Pers Pancasila dari Menteri Penerangan RI pada tahun 1988. Ia juga menerima penghargaan sebagai wartawan yang masih aktif mengabdikan diri di atas usia 70 tahun. Dan, masih ada beberapa penghargaan lain.
Itulah beberapa tokoh jurnalis perempuan yang memiliki beragam pencapaian dan jasa besar bagi dunia jurnalistik Indonesia. Terbukti bahwa tidak hanya laki-laki, kaum perempuan juga tidak kalah hebat. Kiprahnya dalam memperjuangkan suara masyarakat turut membantu publikasi perjuangan Tanah Air di masanya.
RISMA DAMAYANTI
Baca: Unesco: Tiga Perempat Jurnalis Perempuan Alami Kekerasan secara Daring
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.