Dalam berbagai pertempuran, Teuku Umar hanya melakukan perang pura-pura dan hanya memerangi Uleebalang yang memeras rakyat. Pasukan Teuku Umar disebar untuk menghubungi para pemimpin pejuang Aceh dan menyampiakan suatu pesan rahasia.
Teuku Umar juga mengadakan pertemuan rahasia di Lampisang bersama dengan banyak pemimpin pejuang Aceh. Pertemuan tersebut membahas rencana Teuku Umar yang akan kembali memihak Aceh dengan memebawa lari semua senjata dan perlengkapan perang milik Belanda.
Akhirnya, pada 30 Maret 1896, Teuku Umar keluar dari dinas militer Belanda dan membawa 800 pucuk senjata, 25.000 butir peluru, 500 kg amunisi, dan uang sejumlah 18.000 dollar.
Larinya Teuku Umar membuat Deykerhoof dipecat dan digantikan oleh Jenderal Vetter. Teuku Umar mengajak banyak uleebalang untuk memerangi Belanda dan ia kembali memimpin perlawananan.
Pada Februari 1898, Teuku Umar tiba di wilayah VII Mukim Pidie bersama seluruh pasukannya dan ia bergabung dengan Panglima Polem. Pada 1 April 1898, Panglima Polem bersama Teuku Umar dan banyak uleebalang serta ulama menyatakan sumpah setia kepada Raja Aceh.
Makam Teuku Umar di Aceh (YouTube)
Pada Februari 1899, Van Heutsz mendapatkan laporan mengenai kedatangan Teuku Umar dari mata-matanya dan ia segera menempatkan sejumlah pasukan yang kuat di perbatasan Meulaboh.
Pada malam menjelang 11 Februari 1899, Teuku Umar dan pasukannya tiba di pinggiran Kota Meulaboh dan mereka semua terkejut karena dicegat oleh pasukan Belanda.
Saat itu, posisi pasukan milik Teuku Umar tidak menguntungkan dan harus bertempur. Dalam pertempuran itu, Teuku Umar gugur terkena peluru yang menembus dadanya. Gugurnya Teuku Umar, membuat pilu hati Cut Nyak Dhien dan ia bertekad akan terus melawan Belanda.
Perjuangan Teuku Umar di Tanah Rencong mendapatkan apresiasi. Ia diberi gelar Pahlawan Nasioanl dan namanya diabadikan menjadi nama salah satu kapal perang TNI AL.
EIBEN HEIZIER
Baca: Makam Teuku Umar Jadi Tujuan Wisata Budaya? Intip Persiapannya