TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menanggapi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md bahwa proses pemolisian warga di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, sudah sesuai prosedur. Menurut Usman Hamid pernyataan Mahfud itu tidak sesuai dengan kejadian di lapangan.
“Jadi sulit untuk berpegangan pada penjelasan Menkopolhukam yang mengatakan polisi sudah bertindak sesuai prosedur untuk menjamin keamanan masyarakat. Karena sebenarnya yang dijamin adalah keamanan pejabat negara yang turun ke lokasi,” ujar Usman Hamid dalam konferensi pers virtual, Kamis, 10 Februari 2022.
Usman membenarkan bahwa memang tidak ada penembakan oleh aparat. Tapi tidak benar jika dikatakan tidak ada kekerasan. Menurut Usman tidak benar juga jika dikatakan polisi sudah bertindak atas permintaan untuk pengawalan keamanan masyarakat agar tidak terjebak pada konflik horizontal.
Usmas berujar bahwa yang benar adalah pengawalan polisi untuk menjaga kemanan pejabat dan aparat pemerintah yang turun ke lokasi. Dan, kata dia, keliru jika dikatakan masalah di Wadas sebagai konflik horizontal. Menurut dia kasus Wadas adalah konflik vertikal antara warga dan negara.
“Benar ada perbedaan pendapat secara horizontal di kalangan warga, tapi itu disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang terburu-buru memaksakan proyek strategis nasional,” tutur Usman.
Amnesty International Indonesia, kata dia, masih mempertanyakan kebijakan pengerahan kekuatan pasukan pengamanan ke Wadas yang sangat berlebihan. Dilihat dari jumlah personil, jenis satuan yang berseragam dan yang tidak, termasuk kendaraan yang digunakan, ia nilai berlebihan.
Padahal pengerahan pasukan yang diminta tertulis pun, kata Usman, sebenarnya untuk pengamanan anggota Badan Pertanahan Nasional yang melakukan pengukuran lahan. “Dan seharusnya cukup dilakukan dengan jumlah terbatas, bukan dengan pengamanan sebuah operasi seperti pengepungan kelompok kejahatan terorisme,” ucapnya.
Usman juga meminta agar pemerintah sadar atas penolakan warga Wadas terhadap rencana penambangan di wilayah setempat. Mengingat pengalaman pengerahan pasukan tahun sebelum yang juga berlebihan, ujar Usman, tampaknya memang penambahan pasukan yang terjadi itu ditujukan untuk mengamankan warga dan para pendamping pekerja bantuan hukum seperti LBH Yogyakarta dan seniman. “Dengan satu dalih bahwa pendampingan mereka dianggap telah menghalangi proyek pemerintah,” tutur Usman.
Baca Juga: Komnas HAM akan Sambangi Desa Wadas untuk Cari Fakta Lapangan