TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, mengatakan pihak kepolisian sangat berlebihan dalam mengerahkan aparat mereka di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Puluhan warga desa tersebut yang tidak setuju dengan pengukuran lahan untuk pembangunan Bendungan Bener ditangkap oleh polisi.
Dalam peristiwa itu, Trisno berujar, bahkan ada polisi yang berpakaian preman ikut terlibat dalam pengamanan mengukur lahan untuk Bendungan Bener. Menurutnya jika menggunakan pendekatan resmi, maka sebaiknya menggunakan pakaian resmi.
“Tidak perlu pakaian polisi preman. Maka untuk itu, tidak boleh sama sekali, karena yang dilakukan upaya pengamanan saja,” ujar dia dalam konferensi pers virtual pada Kamis, 10 Februari 2022.
Trisno melanjutkan bahwa jika sudah menurunkan polisi berseragam lengkap, itu tugasnya hanya melakukan pengukuran saja, bukan malah datang mengamankan rumah-rumah warga. Apalagi dia mendapatkan informasi bahwa saliran listrik di Desa Wadas sampai dimatikan.
“Ini menjadi tidak patut dan tidak pantas. Untuk itu saya berharap aparat penegak hukum tidak ada lagi di Wadas dalam jumlah banyak,” katanya.
Trisno yang juga dosen di Fakultas Hukum dan Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu mengatakan sebaiknya tugas pengamanan diserahkan ke satuan yang bertugas di Desa Wadas. Menurutnya, jika diselesaikan formal menggunakan ranah hukum yang benar tidak justru menggunakan cara kekerasan.
Dia juga mengaku bahwa pihaknya sudah mendatangi Desa Wadas dan bertemu dengan warga yang baru saja dipulangkan setelah ditangkap polisi. Trisno mencari tahu berapa lama warga ditahan, dan mendapatkan informasi ada penahanan dilakukan lebih dari 24 jam.
“Menurut saya, sepertinya penegak hukum dalam upaya melakukan pengamanan satu wilayah ini menggunakan cara-cara lama yang sudah tidak jelas prosedurnya,” tutur Tresno.
Sementara menurut pihak kepolisian, Trisno melanjutkan, sekarang tidak ada lagi hal-hal yang dapat mengkhawatirkan masyarakat. Sehingga jika masyarakat bilang ada penekanan, ini harus menjadi hal yang jelas. “Kalau penandatangan paksa itu dilakukan, berarti itu hanya permainan kata-kata penyelenggara negara yang tidak sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” ujar dia.
Seperti diketahui sebelumnya pada Selasa, 8 Februari 2022, telah terjadi penangkapan terhadap 67 orang. Dari total tersebut ada 60 warga Desa Wadas yang ditangkap (13 di antaranya anak-anak), 5 solidaritas, 1 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta (Dhanil Al-Ghifari), dan 1 orang seniman (Yayak Yatmaka).