TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Program Demokrasi dan Keadilan Sosial Public Virtue Research Institute (PVRI) Mohamad Hikari Ersada menyayangkan pernyataan Mahfud Md soal pengerahan polisi di Desa Wadas sudah sesuai prosedur. Menurutnya, tidak boleh ada dalih apa pun yang dapat digunakan untuk membenarkan pengerahan personel dalam jumlah berlebihan, bahkan disertai intimidasi dan kekerasan dalam melakukan pengamanan.
“Pernyataan Menkopolhukam bahwa hal tersebut sudah sesuai prosedur harus diuji validitasnya. Faktanya, telah terjadi mobilisasi aparat secara besar-besaran dan sejumlah warga dibawa ke kantor polisi dengan perlakuan yang buruk,” ujar Hikari dalam keterangan tertulis, Kamis, 10 Februari 2022.
Pada Rabu, 9 Februari, pemerintah melalui Kemenko Polhukam memberikan keterangan dalam bentuk siaran pers perihal insiden di Desa Wadas. Menurut Hikari siaran pers itu adalah bentuk pengaburan dan manipulasi informasi.
Selain itu, Hikari melanjutkan, pemerintah justru berfokus pada perbedaan sikap antar warga dan bukan pada kekerasan negara yang dilakukan aparat. Pemerintah, kata dia, mengaburkan konteks penggunaan kekuatan yang berlebihan dan kekerasan yang terjadi dengan memakai dalih adanya provokasi di sosial media.
“Pemerintah pusat melakukan framing yang cenderung manipulatif jika menyatakan semua informasi dan pemberitaan yang jelas menggambarkan seakan-akan terjadi peristiwa yang mencekam itu, sama sekali tidak terjadi. Ini harus segera dikoreksi,” tutur Hikari.
Dalam catatan Public Virtue, tuduhan dan labeling yang mengarah pada manipulasi informasi kepada masyarakat yang sebenarnya adalah para pejuang keadilan sosial bukan merupakan sesuatu yang baru. Sebelumnya pada tahun 2021, 58 pegawai KPK yang dipecat dilabeli sebagai gerbong politik taliban dan melakukan talibanisasi di KPK.
“Upaya ini merupakan salah satu pola pelemahan partisipasi politik warga yang berarti pelemahan terhadap demokrasi di Indonesia,” kata Hikari.
Baca: Insiden Desa Wadas, KSP: Pengamanan di Tingkat Operasional Berlebihan