TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah fraksi di DPR menginginkan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) juga mengatur zina dan homoseksualitas—yang mereka sebut penyimpangan seksual. Meski menginginkan urusan tersebut diatur, mereka akhirnya juga menyetujui RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi inisiatif DPR.
Fraksi PDI Perjuangan, misalnya, mengatakan mendukung beleid ini. “Setiap orang berhak mendapat perlindungan dari kekerasan. Tetapi kami menolak kekerasan dan penyimpangan seksual,” kata Rizki Aprilia dari PDI Perjuangan dalam rapat paripurna di DPR, Selasa, 18 Januari 2022.
Partai Gerindra juga menginginkan agar beleid ini jangan sampai cenderung melindungi gay dan seks bebas.
“Ada frasa dalam salah satu pasal yang berbunyi penegak hukum tidak boleh menjustifikasi gaya hidup dan kesusilaan termasuk pengalaman seksual korban dan saksi,” kata Reny Astuti yang mewakili fraksi ini. “Kami menilai frasa ini berpotensi melindungi perilaku seks menyimpang dan seks bebas sehingga harus dihapus.”
Ketakutan para politikus ini terhadap gay dan seks bebas diambil berdasarkan kacamata konservatif. Keinginan mengatur gaya hidup seseorang ini sebelumnya juga diatur dalam pembahasan Rancangan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Beleid yang juga tengah dibahas ini misalnya akan memperluas definisi sejumlah pasal yang mengatur pemerkosaan, perzinaan, dan pencabulan agar juga mengatur hubungan seks yang didasari suka sama suka meski tanpa ikatan nikah dan dilakukan oleh sesama jenis kelamin.
Adapun Fraksi Partai Persatuan Pembangunan juga menginginkan RUU ini tidak diartikan sebagai beleid yang melindungi pelaku seks bebas dan gay.
“Sepanjang RUU ini tidak bertentangan dengan norma agama dan sosial yang berlaku di masyarakat serta tidak memberikan jalan bagi seks bebas, gay, lesbian, biseksual, transgender, dan LGBT, maka fraksi PPP dengan mengucapkan bismillah menyetujui RUU ii sebagai inisiatif,” kata Illiza Saaduddin Jamal dari PPP.
Adapun Partai Keadilan Sejahtera menolak RUU ini sama sekali karena tak mengatur tentang zina dan gay. Sejak awal, dua hal ini memang menjadi perhatian utama partai yang identik dengan pemilih muslim ini.
“Kami menolak RUU TPKS untuk diusulkan sebagai usul DPR,” kata Kurniasih Mufidayati dari PKS. “Bukan karena kami menolak perlindungan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual, tetapi karena RUU ini belum komprehensif membahas soal zina dan penyimpangan seksual.”
Fraksi-fraksi lainnya tak menyebut mengenai zina dan keinginan mengatur ranah pribadi gay. Partai Amanat Nasional dan Demokrat, misalnya, hanya menyuarakan keinginan agar pembahasan RUU TPKS ini nantinya juga condong pada pencegahan kekerasan seksual.
Karena penolakan hanya dari PKS, RUU ini akhirnya tetap disahkan sebagai RUU inisistiaf DPR. Dengan demikian, DPR tinggal menunggu surat presiden yang akan menunjuk wakil pemerintah untuk pembahasan. Daftar inventarisasi masalah dari pemerintah juga akan dikirimkan ke DPR.
INDRI MAULIDAR
Baca: Aktivis Perempuan Menilai 2 Usulan PKS di Luar Konteks RUU TPKS