TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Perempuan Lisa Peilow yang juga merupakan anggota Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) memandang tak penting dua usulan Fraksi PKS dalam RUU tersebut.
Dua usulan itu adalah pengaturan pidana tentang kebebasan seks atau seks di luar nikah serta pidana bagi mereka yang melakukan penyimpangan seksual. Kedua usulan ini membuat Fraksi PKS ngotot menolak disahkannya RUU TPKS.
Menurut Lisa, kebebasan seks atau seks di luar nikah dan penyimpangan seks yang dipersoalkan oleh fraksi PKS sangat jauh dari konteks kekerasan seksual. Sebab, kata dia, kekerasan seksual merupakan tindakan semena-mena untuk mengeksploitasi seksualitas.
"Itu secara terang menunjukan ada tindakan semena-mena terhadap orang lain yang menyasar atau mengekspolitasi seksualitas. Tidak ada relevansinya dengan kebebasan seks dan penyimpangan seks," kata dia saat dihubungi Jumat, 14 Januari 2022.
Akibat kebebasan seks dan penyimpangan seks tidak termasuk ke dalam konteks kekerasan seksual, Lisa menekankan, maka tidak bisa dipaksa dimasukkan ke dalam RUU TPKS. Kedua konteks itu menurutnya tidak ada kekerasan dan korbannya.
"Tidak relevan dengan semangat dan tujuan melindungi korban kekerasan seksual. Dalam kebebasan seks dan penyimpangan seks, dimensi kekerasannya dimana? siapa korban? siapa pelaku?," paparnya.
Lagi pula, Lisa melanjutkan, seluruh fraksi di DPR, kecuali PKS sudah paham bahwa dua aspek itu tidak penting dan tidak relevan dengan semangat menghadirkan UU yang melindungi rakyat dari tindakan pidana kekerasan seksual.
"Mereka saja yang terus ngotot yang tidak punya dasar, seperti sedang berfantasi tentang ancaman kebebasan seks dan penyimpangan seks yang akan makin subur dengan hadirnya UU TPKS. Padahal jauh itu. Totally out of context," ungkap Lisa.
Baca: Ingin Tambahkan 2 Klausul Dalam RUU TPKS, PKS: Untuk Cegah Zina