TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaklumi Ade Puspitasari yang membela ayahnya Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi. Rahmat merupakan tersangka korupsi pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemerintah Kota Bekasi.
"Anak membela orangtua itu biasa, KPK tidak terkejut dan memahami pembelaan putri RE (Rahmat Effendi)," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, Ahad, 9 Januari 2021.
Ghufron mengatakan wajar jika Ade yang juga Ketua DPD Golkar Bekasi ini mengaitkan kasus yang menjerat bapaknya ke ranah politik. Nurul menegaskan KPK adalah lembaga yang bertindak berdasarkan fakta dan dasar hukum.
Ia menuturkan KPK menangkap seseorang berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan lama. "Karena itu adalah lebih baik jika upaya pembelaan dimaksud dilakukan secara hukum, karena hal ini dalam ranah hukum," ucapnya.
Ghufron menyebut rakyat Indonesia sudah sangat memahami bahwa mempolitisasi penegakan hukum oleh KPK selama ini sudah kerap terjadi. Toh, kata dia, fakta selalu terbukti di pengadilan. "Walau tidak dapat menghalangi tapi kami mengimbau agar menghentikan politisasi penegakan hukum. Silakan bela secara hukum, itu akan lebih berarti," katanya.
KPK menyangka Rahmat dan empat pejabat lainnya menerima suap yang berhubungan dengan ganti rugi pembebasan tanah di kawasan Bekasi. KPK menduga Rahmat mengatur pihak swasta yang akan dibeli tanahnya untuk kepentingan pembangunan proyek di Bekasi. Pihak swasta itu kemudian memberikan uang sebagai komitmen fee untuk Rahmat dkk.
Selain tanah, KPK menyangka Wali Kota Bekasi ini menerima uang dari pegawai yang menduduki jabatan tertentu. KPK menangkap 9 tersangka itu dalam operasi tangkap tangan yang digelar pada Rabu, 5 Januari dan 6 Januari 2022.
Total uang suap yang diterima Rahmat Effendi ini diperkirakan lebih dari Rp 7 miliar. Sementara barang bukti yang disita KPK dalam penangkapan ini sebanyak Rp 5,7 miliar.