TEMPO.CO, Jakarta - Dua berita dari kanal Nasional menjadi perhatian pembaca dan layak diulas kembali. Berita pertama tentang Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kedua tentang peringatan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) terhadap pelaksanaan sekolah tatap muka.
Peneliti Eijkman
Mantan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Amin Soebandrio, menceritakan bahwa sejak beberapa bulan terakhir banyak peneliti Eijkman yang berstatus honorer berupaya mencari ‘rumah baru’.
Amin mengatakan banyak dari mereka yang meragukan jenjang kariernya jika menjadi PNS ataupun pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). “Walaupun dijanjikan ada jenjang karier sebagai jabatan fungsional, tapi beberapa dari mereka memilih mencari pekerjaan di swasta,” ujar Amin kepada Tempo, Ahad, 2 Januari 2022.
Para peneliti nonPNS, kata Amin, tidak yakin bila sudah menjadi ASN akan tetap menjadi peneliti. Sebab, sistem pengelolaan penelitian setelah Eijkman bergabung ke BRIN sudah tidak menarik bagi mereka.
Amin mencontohkan, bila mereka menjadi PNS, peneliti hanya digaji dan menerima tunjangan jabatan fungsional. Mereka juga tidak boleh mendapat honor tambahan apabila mengerjakan lebih banyak proyek penelitian.
Meski memahami konsekuensi ini, Amin berharap Eijkman harus didukung untuk bisa menjadi lebih besar, kuat, dan mandiri apapun perubahannya. “Karena lembaga Eijkman selama ini lembaga yang melakukan berbagai penelitian strategis yang mendukung kebijakan pemerintah dan fugsi-fungsi lain,” ucapnya.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko sebelumnya mengatakan telah memberikan beberapa opsi perekrutan kepada para tenaga honorer di Eijkman yang diberhentikan.
Bagi yang berstatus PNS periset dilanjutkan menjadi PNS BRIN sekaligus diangkat menjadi peneliti. PNS periset ini sebelumnya tidak bisa diangkat sebagai peneliti penuh karena LBME bukan lembaga resmi pemerintah dan berstatus unit proyek di Kementerian Riset dan Teknologi.
Bagi yang berstatus honorer periset usia di atas 40 tahun dan S-3, diminta mengikuti penerimaan aparatur sipil negara (ASN) jalur Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2021. Kemudian untuk honorer periset usia di bawah 40 tahun dan S-3, mengikuti penerimaan ASN jalur PNS.
Sedangkan honorer periset non S-3, melanjutkan studi dengan skema by-research dan RA (research assistantship). “Sebagian ada yang melanjutkan sebagai operator lab di Cibinong bagi yang tidak tertarik lanjut studi,” ujar mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini.
Adapun honorer non periset diambil alih pihak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sekaligus mengikuti rencana pengalihan gedung LBME ke RSCM sesuai permintaan Kemenkes yang memiliki aset tersebut sejak awal.
Sekolah Tatap Muka
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan sejumlah rekomendasi untuk kegiatan sekolah tatap muka yang rencananya akan dimulai pada tahun ini. IDAI mengatakan rekomendasi ini penting dijalankan mengingat adanya potensi penyebaran Covid-19 varian Omicron yang lebih luas.