INFO NASIONAL- Wakil Ketua MPR. Hidayat Nur Wahid mengutuk keras segala tindak kejahatan terhadap anak, apalagi kekerasan seksual. Bahkan, melihat jumlah dan jenis kejahatan terhadap anak yang terus meningkat, Hidayat sepakat dengan mantan Ketua MUI, KH. Ma'ruf Amin yang mengatakan Indonesia mengalami darurat kejahatan anak.
Saat Ma'ruf Amin menjabat sebagai Ketua MUI, , jumlah dan jenis kejahatan terhadap anak-anak belum sebanyak dan seberagam sekarang. "Kita terperangah, mengetahui ada guru perempuan di Bali, mengajak murid perempuannya melakukan hubungan dengan pacarnya, laiknya sumai istri. Ini satu contoh jenis kejahatan terhadap anak, yang tidak bisa diterima,. Belum lagi contoh-contoh lain yang jumlah dan jenisnya sangat banyak," katanya pada Diskusi Empat Pilar MPR RI, di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Senin, 13 Desember 2021.
Dua narasumber lainnya Anggota MPR Kelompok DPD, Sylviana Murni dan Komisioner KPAI Bidang pendidikan, Retno Listyarti.
Menurut Hidayat, regulasi yang mengatur sanksi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, sangat jelas. Mulai dari ancaman sanksi paling ringan, berupa hukuman denda, kurung badan hingga paling berat, pidana mati, sesuai UU No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Upaya perlindungan terhadap anak, hanya bisa ditingkatkan jika kementerian yang mengurusnya semakin kuat, baik anggaran maupun wewenangnya. Harus menjadi kementerian teknis, seperti Kemenpora maupun Kementerian Pertanian. Sehingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memiliki jangkauan masalah yang semakin luas," ujarnya
Hidayat menuturkan, perlindungan terhadap seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk anak-anak adalah amanat alinea 4 Pembukaan UUD NRI Tahun 1945. Perintah untuk melindungi anak juga terdapat dalam pasal 28 B ayat 2, pasal 28 D ayat 1 serta pasal 31 ayat 1 UUD NRI 1945. "Negara harus menghormati dan memenuhi hak asasii anak, terkait pendidikan, perlindungan, sampai terbebas dari rasa takut," kata Hidayat.
Sylviana Murni berpendapat selain mensosialisasikan peraturan perundangan terkait perlindungan anak, pemerintah juga harus mensosialisasikan upaya pencegahan tindak kekerasan kepada anak-anak yang dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
"Anak-anak harus dikasih tahu, bahwa beberapa bagian tubuhnya, tidak boleh disentuh orang lain. Mereka juga harus diberi bekal, untuk menolak ajakan yang bisa menjerumuskan mereka pada tindak kekerasan. Serta membiasakan anak agar berani berpendapat dan berbicara terkait kejadian yang menimpanya," ujarnya.
Sebelumnya, Komisioner KPAI, Retno Listyarti menyatakan, kejahatan seksual bisa terjadi diberbagai lembaga pendidikan. Baik berasrama atau tidak, bernaung di bawah Kementerian Agama maupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Kekerasan seksual terhadap anak, laksana gunung es. Banyak korban kejahatan seksual yang takut berbicara atau mengadu. Dan itu membuat upaya pendampingan terhadap mereka menjadi semakin sulit, karena bukti dan saksi kejahatan ini tidak mudah ditemukan," katanya.(*)