TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua KPK Alexander Marwata sebut kepala desa yang korupsi sedikit tak perlu dipenjara. Sebab menurutnya hal ini tidak efektif lantaran proses hukum akan jauh lebih mahal daripada jumlah uang negara yang diembat kepala desa tersebut. Alexander berpendapat Kepala Desa yang melakukan korupsi dalam jumlah sedikit bisa diberi sanksi pemecatan dan diwajibkan mengembalikan uang ke negara.
Menyoal kasus korupsi yang melibatkan Kepala Desa, belum lama ini terungkap kasus penilapan dana bantuan langsung tunai (BLT) Covid-19 sebesar Rp92 juta yang dilakukan Mantan Kepala Desa Pasindangan, Lebak, Banten, AU, 55 tahun. Kasat Reskrim Polres Lebak Ajun Komisaris Polisi Indik Rusmono mengatakan berdasarkan pengakuan tersangka, uang tiga kali pencairan BLT Covid-19 sebesar Rp 92 juta digunakan untuk keperluan pribadi.
“Di antaranya untuk kampanye pencalonan kepala desa dan kegiatan lainnya,” kata dia pada Senin, 29 November 2021.
Lalu apa sebenarnya penyebab sejumlah Kepala Desa melakukan korupsi? Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahwa dana-dana menganggur (idle fund) yang dimiliki oleh pemerintah daerah sering menjadi modus korupsi oleh pejabat di daerah. Berikut sejumlah faktor pendorong Kepala Desa melakukan korupsi, menurut Fathur Rahman dalam penelitian yang dimuat di jurnal governance.
Pertama, kepala desa biasanya bekerja tanpa kenal waktu. Dia harus siap 24 jam untuk melayani warganya, mulai bayi lahir sampai warganya yang meninggal. Sehingga wajar jika profesi ini tidak mengenal hari libur. Padahal kondisi gaji kepala desa kecil di mana hanya mengandalkan sumbangan berupa hasil bumi dari warganya.
Kedua, kepala desa terpilih berdasarkan sisi elektabilitas bagus namun sisi modalitas ekonomi sangat lemah sehingga terdorong untuk melakukan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, ada kecenderungan untuk mengembalikan finansial politiknya.
Ketiga, posisi kepala desa menjadi pundi-pundi partai politik di akar rumput. Bukan rahasia umum apabila era sekarang sampai tingkat desa pun partai politik menancapkan akar politiknya dengan menempatkan kadernya sebagai kepala desa.
Berdasarkan laporan ICW, partai politik adalah produsen kepala daerah koruptor terbanyak sejauh ini. “Kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi berasal dari hampir semua partai politik, baik sebagai kader atau yang diusung dalam kontestasi Pilkada,” kata peneliti ICW, Almas Sjafrina.
Keempat, kurangnya pengawasan dan keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal ini karena masyarakat desa biasanya lebih fokus melakukan aktivitas keseharian mereka seperti bertani, berdagang, dan melaut. Urusan pemerintahan, penganggaran dianggap merupakan pekerjaan orang-orang pintar, tokoh desa saja.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca: Kontroversi Pimpinan KPK tentang Kepala Desa Korupsi, Jumlah Uang Sedikit?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.