TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan bahwa penyelesaian 9 dari 13 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia butuh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Sebanyak 9 kasus itu, kata Mahfud, terjadi sebelum lahirnya Undang-Undang tentang Peradilan HAM pada 2000 silam.
"Sebelum tahun 2000 itu kasusnya ada 9 dan menurut Undang-Undang, penyelesaian kasus HAM berat sebelum 2000 ini nanti dengan persetujuan dengan permintaan DPR, jadi bukan Presiden yang ambil keputusan, tapi DPR," kata Mahfud dalam konferensi pers, Kamis, 25 November 2021.
Secara total, Komnas HAM menyatakan ada 13 kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia. Hingga saat ini, belum ada satupun kasus yang dinyatakan selesai. Selama ini, kasus-kasus tersebut diketahui saling lempar di antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
Mahfud mengatakan bila nanti kemudian DPR menganggap rekomendasi Komnas HAM terkait 9 kasus itu, maka DPR harus menindaklanjuti dan kemudian menyampaikan pada presiden. "Yang pasti nanti didiskusikan dulu di DPR apa bisa ini dibuktikan, bagaimana jalan keluarnya," kata Mahfud.
Adapun 4 kasus lain yang terjadi pasca-2000, menurut Mahfud, saat in sedang diolah. Salah satunya adalah Peristiwa Paniai pada 2014 yang terjadi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kasus itu juga diketahui melibatkan anggota TNI.
"Yang menyangkut TNI ini nanti Bapak Panglima akan berkoordinasi dengan kami. Pokoknya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang. Baik prosedurnya maupun pembuktiannya nanti akan dianalisis akan kita selesaikan, koordinasi Panglima, bersama Kemenko dan Kejaksaan Agung di lapangan," kata Mahfud Md.
Baca Juga: Korban Pelanggaran HAM Berat Tagih Keadilan ke Komnas HAM