TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani meminta Polda Riau memprioritaskan penanganan kasus kekerasan seksual mahasiswi Universitas Riau, ketimbang pelaporan kasus pencemaran nama baik.
“Karena sangkaan pencemaran nama baik merupakan bentuk reviktimisasi terhadap korban dan berpotensi membungkam korban dan korban-korban lainnya dalam memperjuangkan keadilannya,” kata Andy dalam keterangannya, Rabu, 10 November 2021.
Mahasiswi Unri sebelumnya melaporkan dugaan kekerasan seksual ke Polresta Pekanbaru dengan sangkaan pencabulan. Namun, korban dilaporkan balik oleh terlapor atas dugaan pencemaran nama baik melalui ITE di Polda Riau.
Andy mengatakan langkah memprioritaskan kasus kekerasan seksual sesuai dengan Pasal 10 Ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Aturan itu menyebutkan, “Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.
Menurut Andy, Komnas Perempuan mendukung seluruh upaya pengungkapan kasus dan memastikan pemulihan korban yang menyeluruh. Kasus ini juga mengonfirmasi pola kekerasan seksual di lingkungan universitas, yang umumnya menggunakan relasi kuasa dosen sebagai pembimbing skripsi atau penelitian.
Dalam upaya penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, kata Andy, penting mempertimbangkan relasi kuasa timpang tersebut agar upaya pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban kekerasan seksual dapat dilakukan secara komprehensif dan sistemik.
FRISKI RIANA
Baca juga: Seorang Dekan di Universitas Riau Diduga Lakukan Pelecehan Seksual ke Mahasiswi
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.