Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Program Kampus Merdeka Terbentur Keruwetan Birokrasi di Perguruan Tinggi

Reporter

image-gnews
Kiri ke kanan: Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Nizam dalam konferensi pers usai peluncuran program Merdeka Belajar: Kampus Merdeka di Gedung D, Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 24 Januari 2020. TEMPO/Ahmad Faiz
Kiri ke kanan: Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, dan Plt Dirjen Pendidikan Tinggi Nizam dalam konferensi pers usai peluncuran program Merdeka Belajar: Kampus Merdeka di Gedung D, Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 24 Januari 2020. TEMPO/Ahmad Faiz
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka merupakan salah satu upaya pemerintah membuat lompatan besar di bidang pendidikan. Namun dalam praktiknya, kampus tertatih menyesuaikan dengan kurikulum, budaya dosen, hingga sistem informasi. Program ini masih dibayangi ruwetnya urusan administrasi di perguruan tinggi. Belum lagi, jika berhadapan dengan sebagian dosen yang enggan keluar dari zona nyaman dan memasuki dunia baru pembelajaran yang lebih fleksibel dan adaptif.

Empat kebijakan Kampus Merdeka yang diluncurkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim sejak 2020 lalu mencakup; kemudahan membuka program studi baru, perubahan sistem akreditasi kampus, kemudahan status kampus menjadi badan hukum, dan hak belajar tiga semester di luar program studi. Kebijakan terakhir ini yang banyak dikeluhkan.

Koordinator Isu Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara, Yusuf Al Hakim misalnya, melaporkan bahwa masih banyak mahasiswa yang terkendala dengan konversi SKS usai mengikuti program hak belajar tiga semester di luar program studi.

"Bahkan beberapa menghadapi kendala dalam mengambil mata kuliah di semester berikutnya," ujar Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya ini dalam acara silahturahmi Mendikbudristek dengan 12 orang perwakilan organisasi di kantor Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Senayan, Jakarta, Jumat, 17 September 2021.

Rabu pekan lalu, Ketua Pengurus Yayasan Nurani Dunia, Imam Prasodjo juga masih mengeluhkan hal yang sama. Beberapa mahasiswa yang magang di Kampung Ilmu misalnya, sempat terkendala urusan administratif. Kampung Ilmu merupakan salah satu program naungan yayasan yang kini tengah dibangun di Tegalwaru, Purwakarta, Jawa Barat.

"Di Kampung Ilmu itu, ada anak elektro mau belajar berkebun, terus dari kampusnya, oh ini harus sesuai, harus linier (dengan program studi). Saya bilang, ini ada penindasan lagi aturan-aturan kurikulum, mesti sesuai jurusan, wong kepengin bebas tapi kampusnya enggak bebas. Harusnya kan dibebaskan aja," ujarnya, Rabu, 27 Oktober 2021.

Wakil Rektor Bidang Akademik, Pengembangan Inovasi, Pengabdian dan Hilirisasi Riset Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Agus Sjafari mengakui kendala dalam program hak belajar tiga semester di luar program studi ini juga sempat dialami kampusnya.

"Awalnya memang sebagian dosen dan ketua program studi itu menganggap harus linier, tapi perlahan diberi pengertian bahwa gunanya Kampus Merdeka itu justru ya disarankan yang tidak linier," ujar Agus saat dihubungi Tempo pada Rabu malam, 3 November 2021.

Kendati demikian, ujar dia, mahasiswa Untirta tetap diarahkan untuk mengambil program yang setidaknya masih memiliki korelasi dengan program studi. Misalnya mahasiswa program studi ilmu sosial bisa mengambil program terkait ilmu ekonomi, karena kedua bidang ilmu itu dianggap masih saling mendukung.

"Jadi bukan tidak linier sama sekali, tetap ada korelasinya. Harus sesuai dengan kebutuhan dari mahasiswa dan menimbang kebutuhan program studi. Sebab, di Prodi kan ada capaian pembelajaran juga," ujar dia. "Lagipula kalau melenceng jauh dan sangat bertolak belakang, menurut saya, mahasiswanya juga akan kesulitan".

Agus menyebut, kampus masih terus mencari formula yang tepat mengatasi berbagai kendala untuk mengupayakan agar kegiatan mahasiswa selama satu semester di luar program studi bisa dikonversi menjadi 20 SKS. "Ya sedikit banyak ada kendala, karena memang ada perbedaan persepsi ketika pada teknis di lapangan soal bagaimana mengkonversi mata kuliah itu. Tapi tentunya, persoalan-persoalan seperti konversi itu, kami cari model yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan di Untirta," ujarnya.

Guru Besar Universitas Indonesia Manneke Budiman menjelaskan, persoalan di kampusnya beda lagi. Menurutnya, masalah di UI lebih pada ketidak-siapan universitas menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan bagi implementasi MBKM. Sistem informasi akademik (SIAK) yang selama ini ada di UI disebut tidak bisa mengakomodasi MBKM yang sangat fleksibel dan multivarian.

"Harusnya dibuat program baru. Tapi bukannya meng-handle masalah itu sebagai prioritas utama, UI malah bikin unit birokrasi baru yang disebut Center for Independent Learning (CIL) untuk menangani MBKM. Ini salah sasaran dan kini malah mengakibatkan saling lempar tanggungjawab dan akhirnya tidak ada yang betul-betul bergerak," ujarnya saat dihubungi Tempo pada Rabu, 3 November 2021.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurutnya, konversi ke SKS program studi masih bisa direkomendasikan. "Tapi masalah di sini kan bukan di Prodi. Kalau ada 4 mahasiswa internship, yang satu total jamnya dikonversi jadi 5 SKS, satu lagi jadi 10 SKS, satu jadi 15 SKS, dan satu lagi jadi 20 SKS, SIAK tidak bisa memproses. Sebab satu nomenklatur (internship) ada beda-beda jumlah SKS. Ini kan soal program IS/IT jadinya. Harusnya ada political will dari pimpinan untuk investasi pemutakhiran IS/IT, ini yang dibutuhkan untuk MBKM yang optimal," tuturnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Nizam mengakui memang banyak kekurangan di sana-sini dalam program Kampus Merdeka. "Sebagai suatu program yang baru, memang saya mengistilahkan itu ibarat sambil berlari, sambil pakai baju, sambil pakai sepatu," ujarnya, Senin, 1 November 2021.

Menurut Nizam, program MBKM tidak bisa berjalan jika harus menunggu infrastruktur dan sumber daya di kampus siap secara keseluruhan. "Kalau kami pakai model lama, atur dulu semua, yakinkan dulu setiap dosen, ubah dulu seluruh kurikulumnya, sampai kabinet ini selesai enggak akan jalan. Tapi ini, langsung dijalankan. Kita mengerjakan sambil belajar," ujarnya.

Guru Besar Fakultas Teknik UGM ini menyebut, tantangan terbesar dalam menjalankan program Kampus Merdeka adalah mengubah mindset dosen dan kampus. Sebagian dosen dinilai masih terbelenggu dalam pola pikir lama yang mewajibkan mahasiswa mengambil seluruh mata kuliah yang ditawarkan oleh dosen. "Semua dosen merasa mata kuliahnya sangat penting, kalau enggak ngambil mata kuliahnya nanti misalnya bakal sulit lulus sebagai sarjana, kan itu mindsetnya yang saat ini ada," ujarnya.

Padahal, lanjut Nizam, data yang dihimpun Kemendikbudristek menunjukkan hanya ada maksimal 20 persen lulusan mahasiswa yang bekerja sesuai dengan program studinya. "Makanya, kampus harus menyediakan menu yang luas untuk mahasiswa memilih, di samping tentunya ilmu-ilmu dasar wajib sesuai Prodi," ujar dia.

Eks Sekretaris Dewan Pendidikan Tinggi ini menyebut, masalah konversi SKS semestinya bisa diselesaikan dengan mudah oleh kampus. "Mengkonversi itu sangat mudah, tapi jadi sulit ketika itu masing-masing dosen ngekepi mata kuliahnya. Kalau satu mahasiswa itu mengambil program 20 SKS, ya sudah tinggal coret mata kuliah pilihan apa yang tidak dia ikuti. Enggak usah pusing mengkonversikan," ujar dia.

Ia mengingatkan bahwa capaian program MBKM dapat diketahui dengan melihat delapan Indikator Kinerja Utama (IKU), yaitu: 1. Lulusan mendapat pekerjaan yang layak; 2. Mahasiswa mendapat pengalaman di luar kampus; 3. Dosen berkegiatan di luar kampus; 4. Praktisi mengajar di dalam kampus; 5. Hasil kerja dosen digunakan oleh masyarakat; 6. Program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia; 7. Kelas yang kolaboratif dan partisipatif; 8. Program studi berstandar internasional.

"Nah, kalau selama program itu mendukung kompetensi nomor satu yakni mahasiswa bisa mendapat pekerjaan yang layak ketika dia lulus, ya sudah, berarti sesuai dengan capaian pembelajaran. Jadi yang dikonversi itu kompetensinya," ujar Nizam.

Ia berharap kampus bisa berupaya membuat sistem yang fleksibel dan adaptif untuk mendukung program Merdeka Belajar Kampus Merdeka ini. "Kalau semua mau dicocokkan ke program studinya, ya enggak akan ada yang masuk, wong namanya Kampus Merdeka, pasti kemungkinan besar tidak ada di program studinya," ujar Nizam.

DEWI NURITA

Baca: Kata Kemendikbudristek soal Uang Saku Mahasiswa Magang Kampus Merdeka Belum Cair

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

UKT Terus Naik, BEM UI: Kampus Tak Terbuka, Mahasiswa Seolah Beli Kucing Dalam Karung

8 jam lalu

Ketua BEM UI Verrel Uziel menyampaikan pandangan terkait pesan kebangsaan guru besar UI di pelataran gedung rektorat UI, Depok, Jumat, 2 Februari 2024. TEMPO/Ricky Juliansyah
UKT Terus Naik, BEM UI: Kampus Tak Terbuka, Mahasiswa Seolah Beli Kucing Dalam Karung

UI menerbitkan sistem biaya operasional pendidikan atau BOP yang baru dalam 5 kelompok UKT. Hingga kini, SK rektor soal UKT belum terbit.


Pesan Nadiem untuk Guru Penggerak: Bawa Obor Perubahan di Setiap Daerah

2 hari lalu

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kanan) menyapa tenaga pendidik di SD Inpres 109 Kota Sorong, Papua Barat, Kamis, 11 Februari 2021. Masih dalam kunjungan kerjanya, Mendikbud melakukan tatap muka dengan 15 Calon Guru Penggerak (CGP) dan melakukan sosialisasi terkait program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (P3K) bagi tenaga pendidik bukan PNS. ANTARA FOTO/Olha Mulalinda
Pesan Nadiem untuk Guru Penggerak: Bawa Obor Perubahan di Setiap Daerah

Mendikbud Nadiem Makarim memberikan pesan kepada Guru Penggerak. Apa katanya?


Nadiem Berterima Kasih ke Jokowi atas Dukungan terhadap Merdeka Belajar

3 hari lalu

Mendikbudristek Nadiem Makarim bersama istri Franka Franklin Makarim dalam puncak perayaan Hari Pendidikan Nasional 2024 di Indonesia Arena, Kawasan GBK Senayan Jakarta pada Jumat, 3 Mei 2024. Dok. Youtube Kemendikbud RI.
Nadiem Berterima Kasih ke Jokowi atas Dukungan terhadap Merdeka Belajar

Nadiem mengatakan, semua keberhasilan gerakan Merdeka Belajar selama ini berkat dukungan dan arahan dari Presiden Jokowi.


Nadiem Makarim: Perubahan dalam Merdeka Belajar Butuh Keberanian Besar

3 hari lalu

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim saat menghadiri agenda perilisan Peraturan Mendikbudristek tentang Kurikulum pada Jenjang PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, di Gedung Kemdikbud, Jakarta Selatan, pada Rabu, 27 Maret 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Nadiem Makarim: Perubahan dalam Merdeka Belajar Butuh Keberanian Besar

Dalam perayaan Hardiknas 2024, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengungkapkan transformasi dalam kebijakan Merdeka Belajar butuh risiko dan keberanian besar.


Puncak Hardiknas 2024, Nadiem Singgung 5 Tahun Perjalanan Merdeka Belajar

3 hari lalu

Suasana 8000 peserta yang terdiri dari siswa semua jenjang, mahasiswa, guru, dan dosen dalam Puncak Perayaan Hardiknas 2024 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau Kemendikbudristek di Indonesia Arena, Kawasan GBK Senayan Jakarta pada Jumat, 3 Mei 2024. TEMPO/Intan Setiawanty.
Puncak Hardiknas 2024, Nadiem Singgung 5 Tahun Perjalanan Merdeka Belajar

Perayaan Hardiknas 2024 bertepatan dengan peringatan gerakan Merdeka Belajar dari Kemendikbudristek.


Festival Bahasa Ibu, Cara Kemendikbudristek Mengawetkan Bahasa Daerah

3 hari lalu

Siswa SDN 295 Pinrang, Sulawesi Selatan, sedang belajar bahasa daerah aksara Lontara Bugis, Sabtu 13 Februari 2021. TEMPO | Didit Hariyadi
Festival Bahasa Ibu, Cara Kemendikbudristek Mengawetkan Bahasa Daerah

Kemendikbudristek menggelar festival bahasa ibu nasional. Berisi talenta penjaga bahasa etnis dari berbagai wilayah.


Hardiknas 2024, P2G Soroti Kebijakan Pendidikan Era Nadiem Makarim

3 hari lalu

Siswa menerbangkan balon yang berisi harapan di Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Tulangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis 2 Mei 2024. Kegiatan tersebut dalam rangka peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2024 dengan tema Lanjutkan Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar. ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Hardiknas 2024, P2G Soroti Kebijakan Pendidikan Era Nadiem Makarim

Mulai dari evaluasi Merdeka Belajar 26 episode hingga menagih janji Prabowo-Gibran, ini desakan dari P2G dalam Hardiknas 2024.


Hardiknas 2024, JPPI Beberkan 8 Tantangan Program Merdeka Belajar

3 hari lalu

Sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) mengikuti upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Lapangan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Selasa 2 Mei 2023. Peringatan Hardiknas 2023 tersebut bertema
Hardiknas 2024, JPPI Beberkan 8 Tantangan Program Merdeka Belajar

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendorong evaluasi program Merdeka Belajar dalam peringatan Hardiknas 2024.


Universitas Jember Raih Dua Penghargaan Bergengsi dari Kemendikbudristek

3 hari lalu

Kampus Universitas Jember. Sumber foto : unej.co.id KOMUNIKA ONLINE
Universitas Jember Raih Dua Penghargaan Bergengsi dari Kemendikbudristek

Penghargaan itu diharapkan akan semakin memotivasi keluarga besar Universitas Jember untuk menjadi yang lebih baik lagi.


Menteri Nadiem: Unair PTN Terbaik Pertama Sebagai Badan Hukum

4 hari lalu

Kampus Unair. Istimewa
Menteri Nadiem: Unair PTN Terbaik Pertama Sebagai Badan Hukum

Universitas Airlangga (Unair) meraih penghargaan terbaik pertama kategori Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum dari Mendikbud-Ristek.