TEMPO.CO, Jakarta - Dua berita dari kanal Nasional menjadi terpopuler sepanjang Selasa kemarin hingga Rabu, 3 November 2021. Pertama ialah kabar tentang Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang didiagnosa mengidap kanker prostat. Kedua tentang Jokowi yang dinilai mengabaikan masyarakat adat dalam penanggulangan krisis iklim. Berikut rangkumannya.
Megawati minta pemerintah bantu perawatan SBY
Presiden RI kelima Megawati Soekarnoputri turut menyampaikan keprihatinan atas kondisi Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat ini didiagnosa mengidap kanker prostat. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan Megawati sudah mendorong pemerintah agar memberikan perawatan terbaik.
"Agar Presiden Jokowi memberikan perhatian terbaik. Agar dokter istana kepresidanan yang dikenal ahli dapat membantu Pak SBY untuk mendapatkan perawatan terbaik," ujar Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto lewat keterangan, Selasa, 2 November 2021.
Hasto menyatakan politik sejatinya penuh dengan wajah kemanusiaan. "Karena itulah ketika mendapat informasi bahwa Pak SBY sakit, kami mendoakan agar Beliau mendapat rahmat kesembuhan, diteguhkan semangatnya dan mendapatkan perawatan terbaik," tuturnya.
Sementara itu, staf SBY, Ossy Dermawan mengatakan, Yudhoyono akan menjalani perawatan kanker prostat di luar negeri. Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu juga disebut sudah menelepon Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk melaporkan rencana berobat ke luar negeri.
"Presiden Jokowi memberikan respons yang baik dan menyampaikan bahwa satu-dua anggota tim dokter Kepresidenan akan mendampingi dalam pengobatan tersebut," tutur Ossy soal kondisi SBY lewat keterangan tertulis, Selasa, 2 November 2021.
AMAN kritik pidato Jokowi di COP26
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan pidato Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal krisis iklim di forum COP26 Glasgow tidak merefleksikan masyarakat adat dan komunitas lokal.
Project Manager AMAN, Monica Kristiani Ndoen, mengatakan presiden sama sekali tidak menekankan peran penting masyarakat adat dalam menghadapi krisis iklim. Padahal, ia menyebut sejumlah negara justru menekankan peran penting masyarakat adat.
“Tapi kita tahu Jokowi tidak ada sama sekali menyebutkan (peran masyarakat adat) itu, malah fokus pada carbon market, carbon pricing, dan istilah ekosistem mobil listrik yang lucu juga kalau didengar,” ujar Monica dalam diskusi daring pada Selasa, 2 November 2021.
Monica mengatakan komitmen pemerintah Indonesia berbanding terbalik dengan negara lain. Ia mengatakan negara seperti Britania Raya, Norwegia, Jerman, Amerika Serikat, Belanda, dan lainnya telah menyatakan komitmennya untuk mendukung peran masyarakat adat dalam krisis iklim yang terjadi.
“Di pidato itu sendiri tak menyebutkan bahwa memang ada peran masyarakat adat dan komunitas lokal dalam menjaga emisi karbon, menjaga stok karbon di wilayah adat, mengurangi emisi karbon, menjaga wilayah adat, (dan) menjaga alam,” ujar Monica.
Selain itu, Monica mengatakan pidato Jokowi juga banyak berisi false claim soal pencapaian pemerintah Indonesia dalam menghadapi krisis iklim. Menurutnya, klaim Jokowi dalam pidato yang menyebut terjadinya penurunan deforestasi, kebakaran hutan, dan rehabilitasi sangat berbanding terbalik dengan yang terjadi di wilayah adat.
Baca juga: Bertemu Putra Mahkota Uni Emirat Arab, Jokowi Akan Bahas Investasi
DEWI NURITA | AQSHAL RAIHAN