TEMPO.CO, Jakarta - Sejak zaman Orde Baru, Wiranto kerap menduduki posisi strategis dalam pemerintahan maupun militer. Lelaki kelahiran 1947 ini punya daftar panjang jabatan yang diemban sejak awal karirnya sejak lulus dari Akademi Militer Nasional yang ia masuki pada 1968.
Kariernya di dunia militer mulai melejit saat Wiranto terpilih menjadi ajudan presiden saat kepemimpinan Soeharto pada 1987. Ia menjadi ajudan presiden hingga tahun 1991. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai ajudan presiden, ia ditunjuk menjadi Pangdam Jaya pada tahun 1994, Pangkostrad pada 1996, dan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Kasad) di tahun 1997.
Puncak karier militer Wiranto terjadi setelah menjabat menjadi Kasad. Pada tahun 1998 tepatnya pada bulan Maret, ia ditunjuk menjadi Pangab atau Panglima TNI oleh Presiden Soeharto. Pada masa krisis saat itu, ia menjadi pemain kunci bersama wakil dari Presiden Soeharto saat itu,B.J. Habibie.
Setelah mundurnya Soeharto, Wiranto tetap dipercaya menjadi Pangab atau Panglima TNI oleh B.J. Habibie pada pemerintahan yang seumur jagung tersebut. Semakin lama karir Wiranto makin meluas dan menginvasi karier sipil.
Pada pemerintahan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Wiranto ditunjuk menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan. Namun belum usai masa jabatannya, Wiranto mengundurkan diri dari posisi menteri.
Posisi Wiranto sebagai Panglima TNI pada masa krisis 1998 menjadikan namanya diselimuti berbagai rumor tidak sedap. Saat ada aktivis atau mahasiswa yang meninggal, terluka atau hilang ada campur tangan dari TNI/Polri. Juga pada 1999, ia diduga terlibat dalam kejahatan perang yang terjadi di Timor Timur dan didakwa oleh PBB ikut terlibat dalam tindak kekerasan pada tahun 1999 yang terjadi selama dan setelah referendum kemerdekaan Timor Leste.
Tak hanya itu, saat Soeharto hendak mundur, Wiranto mendapat ‘supersemar’ dari Soeharto berupa Instruksi Presiden No 16/1998 tertanggal 18 Mei 1998, yang mengangkatnya sebagai Panglima Komando Kewaspadaan dan Keselamatan Nasional.
Dalam instruksi tersebut menyebut bahwa sebagai Panglima TNI, ia berwenang untuk menentukan kebijaksanaan tingkat nasional dan menetralisir sumber kerusuhan. Tercantum pula, semua menteri dan para pejabat tingkat pusat/daerah diinstruksikan oleh Presiden untuk membantu tugas pokok Panglima. Namun tidak diterima oleh Wiranto.
Waktu berselang, pada tahun 2004, Wiranto menjadi kandidat presiden pada 2004 dari Partai Golkar bersama Salahudin Wahid. Akan tetapi ia menemui jalan buntu, sosok yang hobi menyanyi itu menjadi urutan ketiga pada ronde pertama. Pada pemilu selanjutnya, 2009, Wiranto kembali maju, kali ini ia menjadi wakil dari Jusuf Kalla. Lagi-lagi langkahnya untuk menjadi pucuk pimpinan Negara Indonesia tak terlaksana.
Seakan jalan selalu terbuka bagi Wiranto untuk cawe-cawe dalam pemerintahan, pada tahun 2016, ia ditunjuk oleh Presiden Jokowi untuk menggantikan Luhut Binsar Panjaitan untuk menjadi Menteri Koordinator Politik Hukum, dan Keamanan atau Menko Polhukam. Ia menjabat pada rentang waktu 2016 hingga 2019. Setelah purna dari jabatan menterinya, Wiranto diangkat menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia atau Wantimpres hingga saat ini.
TATA FERLIANA
Baca juga: Hanura Menuding Haus Jabatan, Ini Jawaban Wiranto