Kepada Soeharto ia mengatakan bahwa para jenderal yang tergabung dalam Dewan Jenderal akan dijemput untuk menghadap Presiden Soekarno. Mereka para jenderal itu akan diminta menjelaskan tentang rencana kup.
Alih-alih terkejut, Soeharto justru mengungkapkan bahwa ia telah mengetahui hal tersebut dari mantan anak buahnya, Subagyo.
Setelah hari itu, Kolonel Abdul Latief bahkan bertemu kembali dengan Soeharto pada malam 30 September 1965 beberapa jam menjelang G30S dilancarkan. Kali ini di RSPAD. Kala itu Soeharto sedang menunggu anaknya Tommy yang tengah dirawat.
Dikutip dari buku Dalih Pembunuhan Massal (2008), Kolonel Latief berbincang mengenai adanya Dewan Revolusi yang akan melakukan penculikan terhadap Dewan Jenderal. Soeharto hanya mengangguk-angguk saja mendengar cerita tersebut.
Dalam versi lain, Soeharto memberikan respons yang cukup berbeda terkait dengan kabar adanya Dewan Revolusi. Victor M. Fic dalam bukunya yang berjudul Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Studi Komparasi mengungkapkan bahwa Soeharto menanggapi ucapan Latief dengan respons yang tidak diharapkan.
Latief yang kala itu mengajak Soeharto untuk ikut dalam operasi pembersihan terhadap Dewan Jenderal mendapat penolakan dari Soeharto. Soeharto mengungkapkan bahwa masalah terkait dengan Dewan Jenderal tersebut masih memerlukan penyidikan lebih lanjut.
Berbagai hal tersebut kemudian membuat Kolonel Latief menaruh curiga terhadap Soeharto. Ketika itu, Soeharto memegang kendali terhadap 60.000 anggota militer yang kemungkinan besar bisa menyerang balik G30S. Ajakan Latief untuk mengikutsertakan Soeharto dan 60.000 pasukannya tersebut untuk menghalangi upaya kup justru mendapat penolakan.
BANGKIT ADHI WIGUNA
Baca juga: Siapa Petinggi PKI di Balik Operasi G30S yang Menculik Jenderal TNI AD?