TEMPO.CO, Jakarta - Mohamad Roem merupakan pemimpin delegasi Indonesia dalam Perjanjian Roem-Royen. Lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah pada 16 Mei 1908 silam. Roem wafat di Jakarta, 24 September 1983 berusia 75 tahun, meninggalkan seorang istri dan dua orang anak.
Dilansir p2k.um-surabaya.ac.id, Mohamad Roem menikahi Markisah Dahlia pada 1932 dan dikaruniai dua anak. Anak pertama mereka, laki-laki kelahiran 1933 bernama Roemoso. Sedang anak keduanya, perempuan bernama Rumeisa yang lahir pada 1939.
Roem, anak pasangan Dulkarnaen Djojosasmito dan Siti Tarbijah ini pernah tinggal di Pekalongan setelah pindah dari Parakan. Kala itu Parakan dilanda wabah penyakit yang menular seperti kolera dan influenza.
Dalam perjalannya menempuh pendidikan, Roem pernah mengalami kegagalan. Ia pernah menghadiri tes masuk Kedokteran Perguruan Tinggi namun tidak diterima. Kemudian ia beralih ke Rechtshoogeschool te Batavia yang merupakan Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta pada tahun 1932. Menghasilkan gelar Meester in de Rechten bagi dirinya pada 1939.
Sebelumya, pada 1915, ia masuk ke Volksschool. Dua tahun setelahnya ia melanjutkan pendidikan ke Hollandse Inlandsche School sampai 1924. Pada tahun yang sama, Roem menerima beasiswa di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA) setelah menghadiri pemeriksaan pemerintah. Tiga tahun berikutnya, ia menyelesaikan ujian tahap pendahuluan dan dikirim ke Algemene Middelbare School untuk melanjutkan pendidikan sampai lulus pada 1930.
Selama masa Kebangkitan Nasional Indonesia, Mohamad Roem aktif berorganisasi seperti di Oblogasi Jong Islamieten pada 1924 dan Serikat Islam tahun 1925. Selama revolusi, ia menjadi bagian delegasi Indonesia dalam beberapa perundingan yang terkenal dalam sejarah. Di antaranya dalam Perundingan Linggarjati tahun 1946 dan Perjanjian Renville pada1948. Sedangkan dalam Perjanjian Roem-Royen pada1949, Roem menjadi pemimpin delegasi.
Dilansir kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id dalam perundingan Roem-Royen pada tahun 1949 itu membuat nama Mohammad Roem dikenal. Sebagai pemimpin delegasi Indonesia, ia bertugas membahas luasnya wilayah Republik Indonesia. Uniknya nama perundingan tersebut ternyata berasal dari nama kedua belah pihak yang hadir dalam perundingan tersebut.
Jika dipihak Indonesia ada Roem, maka di pihak Belanda ada Royen. Royen atau Dr. Van Royen adalah perwakilan dari pemerintah Belanda dalam perjanjian tersebut. Dari perundingan dihasilkanlah sebuah perjanjian yang dikenal dengan nama Perjanjian Roem-Royen yang ditandatangani pada 7 Mei 1949.
Selama masa hidupnya, Mohamad Roem tercatat telah beberapa kali menjabat sebagai menteri, di antaranya Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Sjahrir III sejak 2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947. Menjadi Menteri Luar Negeri pada masa Kabinet Natsir pada 6 September 1950 - 20 Maret 1951 juga bernah ia jalani.
Untuk kedua kalinya, Mohamad Roem menjalani tugasnya sebagai Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Wilopo mulai 3 April 1952 - 30 Juli 1953. Terakhir ia menjadi Wakil Perdana Menteri I Kabinet Ali Sastroamidjojo II pada 24 Maret 1956.
PUSPITA AMANDA SARI
Baca: Roem