Ratusan orang yang berasal berbagai desa membongkar tanah di lokasi yang diduga mengandung emas itu. Keadaan ini tidak terkontrol hingga puncaknya tiga orang tewas dan puluhan lainnya mengalami luka-luka akibat longsoran tanah yang mereka bongkar.
Penambangan liar yang semula hanya di Desa Kedaro dan Dusun Kayu Putih Desa Pelangan, kini telah meluas ke Dusun Jati, Dusun Rambut Petung, dan Dusun Paloh Tinggi di Desa Pelangan. Pekerjaan mereka tidak ada yang mengawasi dan mengkordinasikan.
Tanah material yang mereka ambil dibawa pulang untuk diproses menggunakan logam berat air raksa di rumahnya. "Sangat berbahaya sekali pengolahan air raksa ini. Dibuang sembarangan pula," kata Kepala Bidang Tata Ruang dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Barat, Lalu Bayu Windia.
Karena itu, dalam satu atau dua hari mendatang, Pemerintah Nusa Tenggara akan membicarakannya dengan Pemerintah Kabupaten Lombok Barat yang memiliki wilayah langsung. Sesuai Peraturan Daerah Nusa Tenggara Barat Nomor 11 Tahun 2006, Galian B tidak diperbolehkan di Pulau Lombok.
"Kami harus mencarikan alternatif pekerjaan lain," ujar Bayu Windia. Para penambang liar memperoleh pendapatan dari penambangan tersebut sebesarRp 1 juta sehari. Umumnya mereka tidak memiliki pekerjaan lain.
SUPRIYANTHO KHAFID