TEMPO.CO, Jakarta - LaporCovid-19 menyesalkan adanya selebaran berisi penawaran layanan vaksin booster dari sebuah rumah sakit swasta di Tangerang. Dalam selebaran yang beredar, Mandaya Royal Hospital Puri menawarkan vaksinasi dosis ketiga menggunakan vaksin Sinopharm dengan harga Rp 500 ribu.
"Ini menyalahi aturan, walaupun rumah sakit yang bersangkutan sudah meminta maaf, ini tetap harus terus diawasi agar tidak terjadi penyalahgunaan," ujar Tim LaporCovid-19, Amanda Tan dalam diskusi daring, Ahad, 12 September 2021.
CEO Mayanda Royal Hospital Puri, Essy Osman sudah menyampaikan permohonan maaf atas beredarnya selebaran tersebut. Mandaya Royal Hospital Puri menyatakan mendukung program pemerintah dalam rangka meningkatkan cakupan vaksinasi Covid-19. Essy mengakui selebaran yang beredar tersebut tidak sesuai dengan peraturan pemerintah.
Ia menyebut selebaran itu masih dalam pembicaraan internal dan belum disebarluaskan ke publik. "
Melalui kesempatan ini kami memohon maaf yang sebesar-besarnya atas ketidaktahuan kami dan kurang berkomunikasi dengan pihak Bio Farma," demikian penggalan surat yang ditujukan kepada pimpinan PT Bio Farma (Persero) tertanggal 7 September 2021 itu. Surat permintaan maaf juga ditembuskan kepada Pelaksana tugas Kepala Dinas Kota Tangerang.
Sesuai Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.01/1919/2021, booster sampai saat ini hanya boleh diberikan kepada tenaga kesehatan maupun tenaga pendukung kesehatan yang telah mendapatkan dosis pertama dan kedua vaksin Covid-19. Sebab, nakes merupakan garda terdepan penanganan Covid-19 yang sangat rentan tertular virus.
Juru bicara Penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi meminta daerah mengawal ketat distribusi vaksin Covid-19 di lapangan agar tidak disalahgunakan.
"Sesuai SE Dirjen P2P, vaksinasi dosis ketiga (vaksin booster) hanya diberikan kepada tenaga kesehatan. Dan ini sudah menjadi tanggungjawab pemerintah daerah mengawasi distribusinya," ujar Nadia, Rabu, 25 Agustus 2021.
Baca juga: Vaksin Booster Keluarga Pejabat dan Aparat, Pakar Kebijakan: Ada yang Tak Beres