TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Penasihat Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Herlambang P. Wiratraman menyebut Dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Saiful Mahdi bukan dosen pertama yang menjadi korban pasal karet Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Yang diancam pidana UU ITE, di belakang Pak SM ada kasusnya Dr. Ramsyiah UIN Alaudin Makassar, sebelumnya Pak Cip Unnes," ujar Herlambang saat dihubungi pada Selasa, 7 September 2021.
Berikut detail kasusnya;
1. Dosen UIN Makassar, Ramsyiah Tasruddin
Ramsyiah menjadi tersangka kasus pencemaran nama baik gara-gara tuduhan penghinaan melalui grup WhatsApp.
Kasus ini bermula pada Mei 2017. Saat itu mahasiswa melakukan aktivitas di Radio Kampus Syiar UIN Alauddin, Makassar. Kegiatan tersebut berlangsung mulai pukul 06.00-hingga 18.00 WITA. Aktivitas ini rupanya membuat marah Wakil Dekan III Fakultas Dakwah dan Komunikasi Nur Syamsiah. Ia kemudian menutup radio tersebut.
Menurut Ramsyiah, penutupan itu kemudian dibahas dalam sebuah grup percakapan WhatsApp oleh 30 dosen. Ramsyiah termasuk salah satu yang ada dalam grup percakapan itu. "Kami hanya membahas seharusnya tidak boleh seperti itu Bu Wakil Dekan III karena itu tupoksinya Wakil Dekan I,” ucap dosen Ilmu Komunikasi ini.
Oleh sebab itu, para dosen meminta Dekan Ilmu Komunikasi bersikap soal penutupan Radio Syiar tersebut. Mereka memberikan masukan kepada Dekan sebagai penguatan agar Radio Syiar bisa dibuka kembali. Belakangan, obrolan di grup WhatApp itu bocor dan diketahui Wakil Dekan III UIN Makassar Nur Syamsiah. Buntutnya, Nur melaporkan 30 dosen itu ke polisi dengan UU ITE. Akan tetapi pada 2018, tinggal Ramsyiah sendiri yang menjadi terlapor.
Ramsyiah yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada 1 September 2019 oleh Polda Sulawesi Selatan. Ramsiah Tasruddin ditetapkan menjadi tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (3) UU nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
2. Dosen Unnes Sucipto Hadi Purnomo
Dosen di Universitas Negeri Semarang (Unnes) Sucipto Hadi Sucipto dibebaskan sementara dari pekerjaannya gara-gara status Facebook.
Saat itu, Rektor Unnes Fathur Rohman mempermasalahkan status Sucipto pada 10 Juni 2019 yang berbunyi; 'Penghasilan anak-anak saya menurun drastis tahun ini. Apakah ini efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?'
Rektor Unnes Fathur Rohman menyebut, ia tidak memberikan toleransi pada dosen, tenaga pendidik atau mahasiswa yang menghina simbol NKRI dalam unggahannya. Ketentuan tersebut, menurut Fathur, tercantum dalam UU ITE dan RKUHP dengan ancaman hukuman pidana.
Tak terima, Sucipto menggugat lewat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), 90 hari setelah diterimanya SK penonaktifan. Setelah sidang separuh berjalan, persoalan akhirnya selesai karena Rektor Unnes Fathur Rokhman mencabut SK penonaktifan sementara terhadap Sucipto.
3. Dosen Unsyiah Saiful Mahdi
Saiful Mahdi terjerat kasus hukum karena mengkritik proses penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk dosen di Fakultas Teknik Unsyiah pada 2019 lalu. Saiful mengetahui ada salah satu peserta yang dinyatakan lolos padahal salah mengunggah berkas. Kritik disampaikan Saiful melalui WhatsApp Group pada Maret 2019 dengan isi sebagai berikut:
"Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Dapat kabar duka matinya akal sehat dalam jajaran pimpinan FT Unsyiah saat tes PNS kemarin. Bukti determinisme teknik itu sangat mudah dikorup? Gong Xi Fat Cai!!!"
Dekan Fakultas Teknik Unsyiah, Taufiq Saidi, lantas melaporkan Saiful ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik berbekal tulisan di grup Whatsapp itu. September 2019, Saiful ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE.
Dalam perjalanan kasus, majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh menjatuhkan vonis tiga bulan penjara dan denda Rp10 juta subsider satu bulan kurungan. Saiful dinilai bersalah melakukan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat 3 Jo Pasal 45 UU ITE.
Saiful sudah mengajukan upaya hukum banding hingga kasasi, namun ditolak. Saiful Mahdi menjalani eksekusi putusan vonis UU ITE terhadap dirinya di Kejaksaan Negeri Banda Aceh, pada Kamis, 2 September 2021. Kini, ia menyampaikan permohonan amnesti kepada Presiden Jokowi sebagai upaya terakhir.
Baca juga: Koalisi Mahasiswa Desak Jokowi Beri Amnesti untuk Saiful Mahdi