TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Asvi Warman Adam menyebut adanya rekayasa Orde Baru untuk membenturkan Sukarno dan Mohammad Hatta. Asvi berujar, dalam buku yang disebarkan pada masa Orde Baru, dikatakan bahwa Bung Karno melecehkan Bung Hatta dan juga Sutan Sjahrir.
"Saya bertanya di mana, di mana sumbernya, apa dokumennya? Dan dikatakan bahwa itu ditulis di dalam buku Bung Karno (berjudul) Penyambung Lidah Rakyat yang diterbitkan oleh Gunung Agung pada masa Orde Baru," kata Asvi pada peringatan HUT Ke-199 Proklamator RI Mohammad Hatta yang digelar Badan Nasional Kebudayaan Pusat PDI Perjuangan secara virtual, Kamis, 12 Agustus 2021.
Acara dihadiri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Sekjen Hasto Kristiyanto dan putri Bung Hatta Meutia Farida Hatta. Hadir juga para politikus PDI Perjuangan Ahmad Basarah, Tri Rismaharini, Aria Bima dan ratusan kader partai dari seluruh Indonesia.
Untuk mencari tahu kebenarannya, Asvi pun menanyakan ke Syamsul Hadi dari Yayasan Bung Karno. Syamsul adalah orang yang berperan memperbaiki atau merevisi terjemahan buku karya Cindy Adams itu. Dan ternyata, rekayasa itu ada dalam dua alinea 'tambahan' atau rekayasa ala Orde Baru, yang ditemukan secara gamblang oleh Asvi.
Salah satu teks atau alinea itu dituliskan Bung Karno seolah tidak membutuhkan Hatta dan Sjahrir yang dikatakan menolak memperlihatkan diri saat pembacaan proklamasi. "Kemudian Syamsul Hadi memeriksa buku aslinya yang berbahasa Inggris dan ternyata tidak ada dua alinea yang sangat melecehkan itu, sama sekali tidak ada dalam bahasa Inggrisnya. Jadi kalau begitu, ada orang yang menambahkan dua alinea itu dan itu dibaca sepanjang Orde Baru," ujar Asvi.
Menurut Asvi, Bung Karno dan Bung Hatta selalu bersama dalam memperjuangkan kemerdekaan hingga keduanya memimpin bangsa. "Tidak ada proklamasi kemerdekaan tanpa Bung Karno. Tidak ada proklamasi kemerdekaan tanpa Bung Hatta. Tidak ada proklamasi kemerdekaan tanpa Bung Karno dan Bung Hatta," tutur Asvi.
Menurut Asvi kedekatan mereka berdua ternyata mengusik banyak pihak. Hingga keduanya tidak lagi berkuasa, ada saja anasir-anasir terkait rekayasa sejarah. Soal Pancasila, Asvi mengatakan, sejarah membuktikan, Bung Karno adalah penggali Pancasila. Bersamaan dengan itu, Bung Hattalah pengawal dan penyelamat Pancasila.
"Bung Hatta yang pada 18 Agustus 1945 membicarakan dengan beberapa tokoh Islam tentang penghapusan 7 kata (Piagam Jakarta) dan mencantumkan 'Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalau tidak ada Hatta, 7 kata itu akan tetap ada sampai sekarang," tutur dia.
Baca Juga: Siapa Intel Misterius di Samping Bung Karno?