TEMPO.CO, Jakarta - Dua berita dari kanal Nasional menjadi yang paling dibaca sepanjang Jumat kemarin yaitu, pengembalian gelar guru besar yang dilakukan Effendi Gazali belum pernah terjadi. Kedua tentang mantan KKM KRI Nanggala heran KKM tidak memutuskan embus saat diduga mati listrik. Berikut rangkuman beritanya.
1. Pengembalian Gelar Guru Besar yang dilakukan Effendi Gazali Belum Pernah Terjadi
Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III Agus Setyo Budi mengatakan pengembalian gelar guru besar oleh Effendi Gazali belum pernah terjadi sebelumnya.
“Ini memang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah LLDikti,” kata Agus kepada Tempo, Jumat, 23 April 2021.
Agus pun enggan menanggapi pengembalian gelar tersebut. Ia menegaskan bahwa bukan domain LLDikti untuk mencabut gelar guru besar. “Kami tidak perlu merespons terkait hal tersebut,” ujarnya.
Pengamat komunikasi politik, Effendi Gazali, mengembalikan gelar guru besar yang disematkan padanya. Pengembalian itu tertuang dalam surat yang dilayangkan Effendi kepada Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III, Agus Setyo Budi.
KPK sebelumnya memanggil Effendi Gazali dalam kasus korupsi pengadaan bantuan sosial atau Bansos Covid-19 pada Kamis, 25 Maret 2021. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka, mantan pejabat pembuat komitmen di Kemensos, Matheus Joko Santoso.
Effendi membantah dugaan keterlibatannya. Dia mengatakan namanya tidak ada dalam berita acara pemeriksaan Matehus Joko Santoso. Hal itu dia sampaikan setelah selesai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, 25 Maret 2021.
Dia mengaku khawatir pembunuhan karakter yang dibangun buzzer berimbas pada gelar guru besar dan institusi tempat mengajar. "Karenanya detachment merupakan pilihan baik (setidaknya sementara)," kata Effendi.
2. Mantan KKM KRI Nanggala Heran KKM Tak Putuskan Embus Saat Diduga Mati Listrik
Mantan Kepala Kamar Mesin KRI Nanggala-402 Laksamana Muda (Purnawirawan) Frans Wuwung menduga awak kapal panik ketika terjadi mati listrik black out. Ia berfikir, karena saat Nanggala berlayar itu masih pagi buta, antara jam 03.00-04.00, ada awak kapal yang belum siap betul.
Sehingga ketika kondisi darurat, mereka panik dan hanya bisa teriak-teriak. Frans memperkirakan black out diakibatkan ada saklar yang jatuh dan ABK kurang siap untuk mengatasi. “Kemungkinan ada something (pada awak kapal), karena kapal itu kalau menyelam (jatuh) cepat sekali,” kata Frans ketika ditemui di Surabaya, Jumat, 23 April 2021.
Frans mengaku punya pengalaman terjadi black out saat ia masih menjadi Kepala Kamar Mesin KRI Nanggala-402 pada 1985. Ketika kapal menuju ke kedalaman 50 meter, ujar dia, tiba-tiba aliran listrik padam sehingga suasananya gelap gulita. Frans dengan cepat menekan tombol lampu darurat.
Para ABK pun sigap menyalakan senter di sakunya masing-masing. Sehingga dengan cepat, kata Frans, problem black out ditemukan, yakni ada yang saklar jatuh. “Saya menduga, dalam kasus hilangnya KRI Nanggala ini, black out terjadi karena saklar jatuh dan awak kapal tak bisa segera menemukan,” katanya.
Menurut dia, dalam kondisi kapal baru menyelam, lalu terjadi kerusakan pada sistem kelistrikan, kepala kamar mesin dapat mengambil keputusan mengembuskan udara lantaran motor penggerak sudah mati. “(Kapal) pasti timbul, dan kita mencari daya apung positif lagi,” tutur Frans.
Frans berujar Kepala Kamar Mesin KRI Nanggala dapat mengambil keputusan cepat karena tombol untuk mengembuskan udara berada dalam biliknya. Kepala kamar mesin masih ada di biliknya dan urut-urutan mengembuskan kapal sudah ada. “Buka udara tekanan tinggi di situ tempatnya, kenapa tak langsung saja embus. Analisa saya kenapa itu tak dilakukan, bisa saja KKM kecapekan,” ujar Frans.
Baca: Fakta-fakta Pencarian Kapal Selam KRI Nanggala-402 yang Hilang