TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar Universitas Padjadjadan atau Unpad, Arief Anshory Yusuf, menilai kasus Kumba Digdowiseiso bukan hanya masalah integritas akademik, melainkan masalah sistematik. Kasus seperti Kumba banyak terjadi dalam ekosistem riset perguruan tinggi di Indonesia.
"Kasus Kumba puncak gunung es. Banyak sekali kasus ini. Kasus ini bukan hanya masalah integritas seseorang, tetapi 80 persen-75 persen ini kerena sistematik," kata Arief dalam konferensi pers Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) via zoom, Kamis 18 April 2024.
Kumba sebelumnya diduga mencatut nama dosen Universitas Malaysia Terengganu (UMT) dalam publikasi ilmiahnya. Nama Kumba Digdowiseiso tercatat sebagai penulis di 160 jurnal di Google Scholar. Semua jurnal ini dipublikasikan di 2024. Tidak hanya itu, Kumba juga diduga mempublikasikan karya ilmiah di Jurnal Predator.
Arief mengatakan, sistem publikasi di Indonesia memang bermasalah. Dalam sebuah penelitian, Indonesia merupakan peringkat kedua dalam menghasilkan jurnal predator. "Kita episentrum global. Jadi ini tidak bisa dianggap individu tapi sistematik," kata Arief.
Karena itu, Arief menilai, masalah ini harus diselesaikan secara menyeluruh. Pemerintah harus mereformasi ekosistem riset di Indonesia. Salah satu upayanya, melakukan investigasi dan audit sistem yang dibuat Kemendikbudristek. "Lalu kita lihat kelemahannya dan diperbaiki," ujar Arief
Senada disampaikan anggota KIKA, Saiful Mahdi. Ia mengatakan, sistem insentif yang dibuat pemerintah membuat dosen mengejar target jumlah jurnal. Hal ini mempengaruhi integritas akademik dosen sehingga melakukan berbagai cara untuk mengejar terget.
"Jadi kasus Kumba di satu sisi bisa dikatakan korban sistem buruk tapi ada yang memanfaatkan sistem buruk untuk kepentingan pribadi," ujar Saiful.
Sebelumnya, Retraction Watch menuliskan laporan bahwa Kumba mencatut nama asisten profesor keuangan di Universiti Malaysia Terengganu, Safwan Mohd Nor. Safwan sama sekali tidak mengenal nama Kumba.
“Kami bahkan tidak tahu siapa orang ini,” kata Safwan Mohd Nor dikutip dari Retraction Watch, Jumat 12 April 2024.
Nama Safwan tercantum di empat publikasi ilmiah yang tidak diindeks oleh Web of Science milik Clarivate. Ia menduga, publikasi ilmiah itu bermasalah. “Sepertinya ini seperti jurnal penipuan atau predator,” kata Safwan.
Ada nama 24 staf di Universiti Malaysia Terengganu yang tanpa sepengetahuan mereka masuk dalam daftar penulis di publikasi ilmiah Kumba. Berdasarkan profil Google Scholar, Kumba juga telah menerbitkan setidaknya 160 makalah di 2024.
Kumba Digdowiseiso, membantah mencatut nama dosen Universitas Malaysia Terengganu (UMT) dalam publikasi ilmiahnya. "False accusation (tuduhan palsu)," kata Kumba melalui pesan aplikasi WhatsApp, Sabtu 13 April 2024. Bantahan itu merespons laporan yang dikeluarkan Retraction Watch, Rabu 10 April 2024.
Pilihan Editor: KIKA Minta Nadiem Tak Ragu Copot Status Guru Besar Kumba