TEMPO.CO, Jakarta-Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Gerindra Hendrik Lewerissa berharap pemerintah mendukung RUU Larangan Minuman Beralkohol usulan DPR. Hendrik mengatakan selama ini DPR sudah mendukung setiap RUU yang diusulkan pemerintah.
"Kita sudah kondusif untuk menyetujui RUU yang diusulkan pemerintah, tidak ada salahnya kali ini pemerintah legawalah menerima usulan Baleg khusus untuk pengaturan minol ini," kata Hendrik dalam rapat pleno penyusunan RUU tentang Larangan Minol, Senin, 5 April 2021.
Menurut Hendrik RUU Larangan Minuman Beralkohol harus didorong menjadi undang-undang lantaran ada kebutuhan hukum untuk itu. Menurut dia, saat ini Badan Legislasi sudah satu frekuensi untuk mendorong pengesahan RUU tersebut. "Persoalannya apakah pemerintah dalam spirit yang sama dengan kita, khususnya Baleg, sebagai pengusul. Jangan sampai nanti kita berlelah-lelah tapi pemerintah punya persepsi yang lain soal RUU Minol ini," ujar Hendrik.
Lantaran DPR selama ini sudah menyetujui RUU usulan pemerintah, imbuh Hendrik, dia berharap ada timbal-balik dari pemerintah terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol. Menurut dia, itu adalah hubungan resiprokal yang perlu dibangun antara pemerintah dan Dewan. "Ini kan prinsip saling timbal-baliklah, resiprositas yang harus kita bangun," ucapnya.
Hendrik juga memberikan catatan terkait nama RUU Larangan Minuman Beralkohol. Ia mengatakan nomenklatur RUU tersebut perlu diubah, misalnya menjadi pengaturan atau pembatasan agar lebih diterima masyarakat luas. "Kalau tidak diubah akan sulit diterima berbagai kalangan di masyarakat," ujar dia.
Baleg DPR sepakat membentuk Panitia Kerja RUU Larangan Minuman Beralkohol. RUU ini masuk dalam salah satu Program Legislasi Nasional tahun 2021 setelah sempat tertunda pada 2020 lalu lantaran dikritik pelbagai pihak.
Antropolog Universitas Indonesia yang meneliti tentang minuman beralkohol nusantara, Raymond Michael Menot, mengatakan RUU Larangan Minuman Beralkohol mengabaikan aspek antropologis dan historis di Tanah Air. Menurut Raymond minuman beralkohol perlu dilihat dari berbagai aspek, mulai tradisi hingga ekonomi. Ia menilai naskah akademik RUU Larangan Minuman Beralkohol tak memuat kajian komprehensif ihwal aspek-aspek tersebut.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan pendekatan prohibitionist terhadap alkohol adalah pendekatan usang. Ia mengatakan pelarangan minuman beralkohol malah dapat memberi dampak negatif bagi peradilan pidana di Indonesia.
BUDIARTI UTAMI PUTRI