TEMPO.CO, Jakarta - Tim Kajian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengundang perwakilan dari parlemen untuk dimintai masukan soal kemungkinan revisi UU tersebut. Hasilnya, sejumlah pasal ikut dipermasalahkan oleh narasumber dari DPR-MPR yang diundang hadir.
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mencatat ada beberapa pasal seperti Pasal 27 Ayat 3, Pasal 28 Ayat 2, Pasal 29, dan Pasal 45A dianggap multitafsir dan terkesan tidak adil di dalam UU ITE sehingga perlu direvisi. Ia menilai pasal 27 ayat 3 seharusnya tidak dibutuhkan lagi untuk diatur di UU ITE.
"Karena dari segi substansi sejatinya aturan ini sudah diatur dalam pasal 310 KUHP, yaitu terkait penghinaan atau pencemaran nama baik," kata Hidayat dalam keterangan tertulis Kemenko Polhukam yang diterima Tempo Jumat, 19 Maret 2021.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini menekankan alasan awal dibuatnya UU ITE pada 2008 yang memiliki semangat memajukan informasi dan transaksi elektronik. Bukan justru menjadi momok bagi kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi warga negara yang dijamin dalam pasal 28 E ayat 3 undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
“Bila kita konsisten dengan tujuan atau pertimbangan utama dihadirkannya UU ITE tahun 2008, tentu fokus dalam melaksanakan revisi adalah konten-konten yang bersinggungan dengan hak masyarakat untuk mengemukakan pendapat dalam bingkai demokrasi Pancasila yang berpotensi untuk dijadikan alat kriminalisasi," kata Hidayat.