Menggunakan celana jeans dan kaos oblong, Bambang tidak mendatangi kantor kejaksaan sebagai mana perintah disampaikan dalam surat panggilan eksekusi. Dia lebih memilih langsung mendatangi komplek hotel prodeo. "Dia menolak diangkut menggunakan mobil tahanan," kata Yusron, Kepala Kejaksaan Negeri Subang, Kamis (6/11).
Disaksikan Yusron dan Ajun Komisaris Besar Sugiono, Kepala Polres Subang, Bambang didampingi pengacaranya tampak terburu-buru menandatangani beberapa lembar surat perintah eksekusi dengan hanya menggunakan penahan dua telapak tangan petugas kejaksaan.
Ia juga tampak buru-buru memasuki pintu masuk komplek penjara. Tapi, sesaat kemudian balik lagi memberikan "konferensi pers." "Saya terima (keputusan eksekusi) ini," kata Bambang. "Ini adalah risiko hukum seorang politisi." Menurut Bambang, tidak ada ketua DPRD, tidak ada bupati, kedudukan semua warga negara sama dihadapan hukum.
Bambang membantah tidak taat untuk memenuhi surat panggilan jaksa eksekutor ke kantor kejaksaan. "Dari awal saya sudah katakan, saya akan datang sendiri dan langsung ke LP," Bambang memberikan alasan.
Bambang mengatakan bahwa dirinya tidak punya niatan untuk melakukan upaya peninjauan kembali atas putusan eksekusi yang diterimanya. "Akan saya jalani saja (hukuman) ini," kata Bambang. Meski ada di dalam sel penjara, Bambang bertekad tetak eksis menjalankan kegiatan politiknya. "Karena (dunia politik) adalah panggilan hidup saya," tutur Bambang.
Bambang berpesan agar aparat penegak hukum melakukan tindakan sama terhadap siapa saja yang melakukan pelanggar hukum. "Yang bersalah tindak," kata Bambang. Pada 6 JUli 2006, Bambang divonis penjara 1 tahun penjara dan diwajibkan mengembalikan uang negara Rp 100 juta dalam kasus Asuransi Gate yang merugikan keuangan negara Rp 132 juta. Lalu ia mengajukan Banding ditolak lalu kasasi juga ditolak.
Handra, Koordinator LSM Fron Demokrasi Rakyat Subang, mengatakan eksekusi atas Bambang supaya menjadi pemicu aparat penegak hukum dalam membasmi tidak pidana korupsi di Subang. "Jangan ada kesan tebang pilih," kata Handra.
Ia menuntut supaya para pelaku korupsi kelas kakap di Subang, misalnya dalam kasus Sapi Gate senilai Rp 1,5 miliar dan upah pungut Rp 26 miliar yang diduga melibatkan mantan bupati Eep Hidayat yang keblai terpilih menjadi Subang pada Pilkada 26 Oktober lalu, juga harus diungkap tuntas.
Yusron, menanggapi ihwal adanya tudingan tebang pilih dalam pemberantasan kasus korupsi di Subang, seperti ditudingklan FDRS, mengatakan, dugaan korupsi upah pungut kini sudah masuk dalam tahap penyelidikan. "Sudah ada tujuh pejabat pemda Subang yang diperiksa," kata Yusron. Tapi, pihaknya belum menentukan siapa yang jadi tersangkanya. "Jika ada indikasi mantan bupati Eep terlibat pasti kita periksa," Yusron menegaskan.
Nanang Sutisna