TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, Kamhar Lakumani menyatakan bahwa pihak-pihak yang mengatasnamakan partainya untuk menyelenggarakan Kongres Luar Biasa atau KLB Demokrat dipastikan ilegal dan tidak punya legal standing. Ia memastikan tidak ada pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) yang mengikuti KLB tersebut.
"Sekali lagi kami pastikan tak ada Ketua DPD dan Ketua DPC yang sah menghadiri kegiatan KLB abal-abal tersebut. Semuanya masih waras," ujar Kamhar lewat keterangan tertulis, Jumat, 5 Maret 2021.
Berdasarkan AD/ART Partai Demokrat, KLB hanya dapat diadakan atas permintaan Majelis Tinggi Partai atau sekurang-kurangnya 2/3 DPD dan 1/2 DPC. Dengan demikian, dua syarat ini dinilai tidak terpenuhi.
"Mereka-mereka yang telah dipecat dari keanggotaan Partai Demokrat, sama sekali tak punya hak untuk membawa-bawa nama Partai Demokrat dan menggunakan atribut Partai Demokrat," ujar Kamhar.
Baca: Demokrat Minta Kader Simak Pidato Politik SBY Soal KLB
Mencermati kondisi Partai Demokrat saat ini, kata Kamhar, tak ada keadaan memaksa atau raison d’etre yang memadai untuk diselenggarakan KLB.
"Kami memandang, Gerakan Pengambilalihan Kepemimipinan Partai Demokrat ini murni sebagai praktek “pelacuran” kader dan para mantan kader yang terobsesi kekuasaan di satu sisi dan praktek mempertontonkan arogansi kekuasaan," ujar dia.
"Di sisi lainnya dimana Moeldoko yang juga Kepala Staf Presiden berambisi mengambil alih Partai Demokrat untuk pemenuhan syahwat politiknya pada 2024 nanti," lanjut dia.
Menurut Kamhar, KLB Demokrat bukan persoalan internal Partai Demokrat karena tak ada riak-riak dari segenap kader yang memiliki legal standing atau pemilik suara sah yaitu 34 orang Ketua DPD dan 514 orang Ketua DPC. "Ini terbaca sebagai operasi yang dimotori aktor eksternal yang terafiliasi dengan kekuasaan yang menggunakan tangan para mantan kader dan segelintir kader yang diduga tergiur kekuasaan dan rupiah. Ini bukan hanya indikasi praktek kekuasaan yang mengancam kedaulatan Partai Demokrat. Lebih jauh dari itu, ini mengancam eksistensi demokrasi yang kita perjuangkan bersama sebagai agenda reformasi," tuturnya.
DEWI NURITA