TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi memastikan program vaksinasi gotong royong alias vaksinasi mandiri akan terus berjalan. Kendati, banyak penolakan dari sejumlah epidemiolog. "Kan sudah ada Permenkes-nya," tutur Nadia, Senin, 1 Maret 2021.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 yang terbit pada 24 Februari lalu, pemerintah resmi membolehkan vaksinasi mandiri. Disebutkan dalam aturan anyar tersebut, vaksinasi gotong royong adalah pelaksanaan vaksinasi kepada karyawan/karyawati, keluarga dan individu lain terkait dalam keluarga yang pendanaannya ditanggung atau dibebankan pada badan hukum/badan usaha.
Untuk itu, menurut Nadia, program ini tidak akan menimbulkan ketimpangan seperti yang dikhawatirkan sejumlah epidemiolog. Program ini, lanjut dia, justru mempercepat pelaksanaan vaksinasi agar herd immunity segera tercapai guna memutus mata rantai penularan Covid-19.
Pihak-pihak yang menolak, ujar dia, hanya karena berbeda sudut pandang saja. "Mungkin ada perbedaanya cara melihat saja. Kan ini (dilakukan) perusahaan dan di dalam perusahaan itu yang divaksin juga kan karyawan atau buruhnya," ujar dia.
Baca: Kemenkes Jamin Tak Ada Kebocoran Vaksinasi Gotong Royong
Sebelumnya, Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono dkk menggalang petisi menolak program vaksinasi mandiri Covid-19. Dalam petisinya, Pandu meminta Presiden Jokowi, Menkes Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri BUMN Erick Thohir membatalkan program vaksinasi mandiri.
"Rencana pemerintah untuk memperbolehkan vaksinasi mandiri akan menyebabkan ketimpangan yang tinggi dan justru dapat memperpanjang pandemi," tulis Pandu Riono, Irma Hidayana, dan Sulfikar Amir atas nama Koalisi Vaksin untuk Semua lewat change.org.
Koalisi menyebut, program vaksinasi yang dilakukan pihak swasta hanya menguntungkan dan mengutamakan masyarakat tingkat ekonomi menengah ke atas di perkotaan saja.
Dengan suplai yang masih sangat terbatas, masyarakat yang berada di daerah dan ekonomi menengah ke bawah yang justru memiliki tingkat risiko penularan yang lebih tinggi dinilai bisa tidak diprioritaskan dalam pembagian vaksin. Para tenaga kesehatan di daerah bahkan juga cemas, apakah mereka akan kebagian vaksin sesuai prioritas.
Walaupun Indonesia disebut sudah mengamankan ratusan juta dosis vaksin, tulis Pandu, distribusinya ke daerah masih jadi masalah.
"Pemerintah dan Kadin (Kamar Dagang dan Industri Indonesia) berdalih skema vaksin mandiri akan membantu pemerintah mempercepat pencapaian kekebalan kelompok di Indonesia. Ini tidak bisa dibenarkan, karena vaksinasi mandiri justru menjadikan akses pada vaksinasi berdasarkan kemampuan ekonomi dan afiliasi dengan korporasi swasta," demikian isi petisi itu.
Jika memang hendak mengajak kerja sama pihak swasta dalam program vaksinasi, tulis Pandu, sebaiknya pihak swasta diajak untuk melakukan distribusi vaksin Covid-19, bukan untuk melakukan vaksinasi mandiri. Dengan demikian, semua rakyat mendapatkan haknya untuk divaksinasi sesuai prioritas yang sudah ditetapkan.
DEWI NURITA