TEMPO.CO, Jakarta - Kantor Staf Presiden (KSP) menginisiasi pembentukan gugus tugas kementerian dan lembaga untuk mendorong pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Gugus tugas akan berfungsi untuk mengawal kinerja politik, aspek substansi, dan komunikasi media sehingga pembahasan RUU PKS di DPR berlangsung efektif dan segera dapat diundangkan.
Rencananya, gugus tugas ini beranggotakan KSP, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), Kejaksaan Agung, dan Kepolisian Indonesia.
“Sehingga RUU PKS bisa selesai tahun ini serta jadi landasan Pemerintah dalam menghapus kekerasan yang tidak berkeperimanusiaan ini,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam keterangan tertulis, Rabu, 10 Februari 2021.
Moeldoko menegaskan rencana pembentukan gugus tugas RUU PKS sesuai dengan tugas KSP, yakni monitoring, evaluasi serta debottlenecking masalah terkait Program Prioritas Presiden. Dalam hal ini, perlindungan warga negara yang bersifat paripurna dan inklusif merupakan bagian program prioritas tersebut, termasuk perlindungan terhadap kekerasan seksual bagi perempuan, anak, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya.
Pemerintah menyambut baik inisiatif DPR terhadap RUU PKS dan mencermati dengan seksama dinamika yang terjadi dalam proses-proses politik maupun substantif sejak awal. Namun, ia menilai RUU ini sempat mengalami penundaan dalam pembahasan dan tidak di carry-over pada DPR pada masa kerja 2019-2024. Akibatnya, RUU PKS tidak masuk dalam prolegnas 2020.
“Hal tersebut memunculkan kekecewaan dari masyarakat luas seiring terus meningkatnya kasus kekerasan seksual, terutama pada anak-anak perempuan. Kekerasan seksual harus dihapuskan karena secara tragis menghancurkan masa depan anak-anak Indonesia yang diharapkan akan melanjutkan estafet bangsa menjadi Indonesia yang tangguh dan maju,” kata Moeldoko.
Deputi V KSP Jaleswari Pramodhawardani menambahkan gugus tugas untuk mengawal RUU PKS memerlukan intensitas dan kapasitas dari kementerian dan lembaga dan juga perlu melibatkan organisasi masyarakat perempuan.
“Sehingga rencana kolaborasi ke depan bisa berjalan baik melalui koherensi, sinkronisasi dan harmonisasi dalam menanggulangi meningkatnya kekerasan seksual terhadap perempuan,” kata Jaleswari soal gugus tugas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Baca juga: DPR Tetapkan 33 RUU Prolegnas Prioritas 2021, Ini Daftar Lengkapnya