TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faisal mengatakan dinasti politik bakal menghambat pembangunan sebuah daerah.
"Kita tidak akan ke mana-mana, membahas masa depan daerah dengan pendekatan lama. Kebijakan yang ekstrem, melawan arus, dan baik bagi masa depan daerah tidak akan diambil," kata Akbar, Kamis, 10 Desember 2020.
Dalam pengelolaan keuangan daerah, misalnya, Akbar khawatir adanya politik balas jasa kepala daerah untuk para pihak yang membantu pemenangan. Ia menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan keuangan yang pada titik tertentu bisa melanggar hukum.
Nagara Institute sebelumnya memetakan calon-calon yang terafiliasi dengan dinasti politik. Tercatat ada 124 calon yang memiliki keterkaitan dengan elite kekuasaan, baik di tingkat lokal maupun di pusat.
Beberapa di antara mereka diprediksi menang di Pilkada 2020. Sebut saja putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dan menantu Presiden Jokowi, Bobby Afif Nasution. Kemudian keponakan mantan Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah, Pilar Saga Ichsan; istri Bupati Banyuwangi Azwar Anas, Ipuk Fiestiandini, dan lainnya.
Menurut Akbar Faisal, kondisi ini juga menunjukkan bahwa publik belum cukup mendapatkan pendidikan politik. Ia mengatakan ini seharusnya menjadi tugas partai politik. Namun, bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari NasDem ini mengaku ragu partai politik akan melakukan hal tersebut.
"Saya tidak yakin pilihan kearifan itu mendatangi partai politik karena mereka menikmatinya. Itu bisa kita lihat bagaimana euforia mereka yang mengatakan kami menang di sini, menang di situ," ujar Akbar.