TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 50 pelajar Indonesia penerima beasiswa Chevening harus menempuh pendidikan master di Inggris dengan sistem yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
Pandemi Covid-19 mengharuskan kampus dan mahasiswa di Inggris menerapkan sistem pembelajaran secara virtual, dengan porsi lebih banyak ketimbang tatap muka. Salah satunya Adhitya Agri Astarini atau Aya, penerima beasiswa Chevening angkatan 2020-2021 yang berkuliah di Universitas Manchester.
Sejak perkuliahan September 2020, Aya belum merasakan pembelajaran tatap muka di kelas. "Tidak ada perkuliahan tatap muka sama sekali, sebagai respon dari kampus untuk peraturan terbaru pemerintah yang meletakkan tiga level larangan dan Manchester yang sedang berada di level lockdown tier 2," kata Aya kepada Tempo, Selasa, 20 Oktober 2020.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson sebelumnya menetapkan tiga level pembatasan selama 6 bulan. Penentuan tiga level pembatasan ini berdasarkan jumlah kasus. Misalnya, level medium untuk daerah dengan jumlah kasus Covid-19 kurang dari 20 kasus per 100 ribu penduduk. Level high untuk 20-50 kasus per 100 ribu penduduk, very high untuk lebih dari 50 kasus per 100 ribu penduduk.
Sebagai orang yang senang membaca buku fisik dan datang ke kelas, Aya mengaku kerap kelelahan dan kesulitan untuk fokus dalam pembelajaran daring. Namun, ia tetap bisa mengikuti perkuliahan, karena tersedianya konseling maupun tips-tips belajar daring dari kampus. "Kampus juga memastikan bahwa saya memiliki waktu istirahat di antara kelas untuk mencegah kelelahan menatap layar laptop dan kejenuhan," katanya.
Menurut mahasiswi jurusan Educational Leadership ini, Universitas Manchester menerapkan peraturan ketat terkait protokol pencegahan Covid-19. Selain mewajibkan penggunaan masker dan hand sanitizer, kampus menerapkan sistem satu arah dan penanda jarak 2 meter untuk pengunjung kampus. Bila ada yang melanggar, Aya mengatakan kampus akan memberikan sanksi berupa denda, pemberhentian, atau melibatkan pihak kepolisian bila diperlukan.