TEMPO.CO, Jakarta - Deklarator dan Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsuddin menegaskan tidak akan melayani reaksi tidak substantif dalam menanggapi deklarasi KAMI pada 18 Agustus lalu.
"Terhadap reaksi yang tidak substantif, baik dari para elite, apalagi buzzer bayaran, KAMI tidak mau melayani karena hal demikian tidak mencerminkan kecerdasan kehidupan bangsa seperti amanat konstitusi," kata Din Syamsuddin, dalam pernyataan tertulis, di Jakarta, Kamis, 27 Agustus 2020.
Menurut Din, KAMI mengajukan pikiran-pikiran kritis dan korektif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara yang menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Din mempertanyakan jika apa yang mereka sampaikan tidak ditanggapi secara isi, melainkan menyerang secara pribadi dan cenderung mengalihkan opini.
Menurut mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah itu, setidaknya ada dua pertanyaan yang diajukan KAMI kepada pemerintah untuk dijawab. Pertama, soal oligarki politik yang membuat keputusan partai politik ditentukan segelintir orang. Mereka akhirnya mengendalikan DPR dan mengabaikan aspirasi rakyat.
Kedua, budaya politik dinasti yang menghalangi orang-orang lebih berkualitas untuk maju sebagai pemimpin. "Masih banyak pertanyaan substantif mendasar lagi, tapi sementara cukup dua itu," kata Din.
Din berujar KAMI menanti tanggapan, bukan pengalihan isu. Menurutnya, KAMI siap berdiskusi. "Bahkan berdebat mengadu pikiran," pungkas Din Syamsuddin.
Sebelumnya, Din mengatakan bahwa ada 150 tokoh yang sudah tergabung dalam KAMI. Di antara 150 tokoh itu ada Rachmawati Soekarnoputri, mantan Panglima TNI Jenderal (Purnawirawan) Gatot Nurmantyo, mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli, mantan Menteri Kehutanan MS Ka'ban, dan Ketua Umum FPI Sobri Lubis.
Ihwal dideklarasikannya KAMI, menurut Din karena adanya persamaan pikiran dan pandangan dalam kehidupan kenegaraan Indonesia yang akhir-akhir ini telah menyimpang dari cita-cita nasional dan nilai dasar yang disepakati para pendiri bangsa.