TEMPO.CO, Jakarta -Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte enggan berkomentar banyak usai menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 12 jam pada hari ini, 25 Agustus 2020, terkait kasus Djoko Tjandra.
Ia diperiksa sebagai tersangka terkait kasus dugaan gratifikasi penghapusan red notice atas nama Djoko Tjandra.
"Saya sudah memberikan kuasa kepada penasihat hukum saya, jadi silakan beliau," ujar Napoleon di Gedung Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta Selatan, pada Selasa, 25 Agustus 2020.
Napoleon hanya menyatakan jika dirinya dicecar 70 pertanyaan oleh penyidik. Sementara itu, kuasa hukum Napoleon, Gunawan Raka, meminta kepada seluruh para jurnalis untuk tak memberitakan kliennya secara bombastis.
"Teman-teman jangan menganggap ini terlalu bombastis karena kasian Pak Napoleon. Kami berharap tidak ada pemberitaan yang belum jelas dan berimplikasi pada diri pak Napoleon," ucap Gunawan di lokasi yang sama.
Gunawan pun menegaskan jika pemberitaan yang beredar selama ini tentang Napoleon tidak benar. Ia bahkan menyebut jika semua informasi yang selama ini beredar bertolak belakang dengan fakta.
"Mungkin Juli-Agustus itu beritanya kadiv ini tidak punya kewenangan menghapus red notice. Tapi di berita, Napoleon Bonaparte menghapus red notice Djoko Tjandra. Itu kan berita yang bertolak belakang dengan pemberitaan sebelumnya," kata Gunawan.
Dalam perkara red notice ini, Badan Reserse Kriminal Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka adalah Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal Prasetijo Utomo sebagai penerima suap. Sedangkan Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra sebagai tersangka pemberi suap.
Kasus terhapusnya red notice Djoko mulanya diketahui setelah buronan 11 tahun itu masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi untuk mendaftarkan Peninjauan Kembali kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penghapusan red notice ini menyeret nama Brigadir Jenderal Nugroho Slamet Wibowo.
Selaku Sekretaris National Central Bureau Interpol Indonesia, Ia menyurati pihak Imigrasi pada 5 Mei 2020 mengenai telah terhapusnya red notice Djoko dari basis data Interpol.
Atas surat itu, Imigrasi kemudian menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan. Hal ini diduga membuat Djoko bisa masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi.
Polisi pun menjerat Napoleon dan Brigjen Prasetijo Pasal 5 ayat 2, pasal 11 dan 12 huruf a dan b UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP. Argo mengatakan penetapan tersangka ini dilakukan setelah dilakukan gelar perkara. Adapun barang bukti yang disita berupa US$ 20 ribu, surat dan sejumlah barang bukti elektronik.