TEMPO.CO, Surakarta -Sekelompok massa intoleran membubarkan sebuah acara doa di Mertodranan, Pasarkliwon, Solo, hingga menyebabkan tiga orang terluka Sabtu petang 8 Agustus 2020 . Diduga, massa melakukan penyerangan lokasi penyelenggaraan acara lantaran menganggap ada kegiatan yang berbau syiah.
Kepala Kepolisian Sektor Pasarkliwon Ajun komisaris Adis Dani Garta menyebut kejadian bermulaa dari adanya acara keluarga di rumah korban. "Lantas ada sekelompok orang yang meminta acara itu bubar," katanya, Ahad 9 Agustus 2020. Polisi yang mendapatkan laporan langsung bergerak menuju lokasi.
Menurutnya, polisi berusaha melakukan pendekatan dan mediasi dengan kedua pihak. Lantaran jumlah massa yang datang cukup banyak, polisi juga merusaha mengevakuasi warga yang ada di dalam rumah tersebut.
Sayangnya, tiga warga justru kena pukul saat keluar dari rumah itu. Sepeda motor yang dikendarai terjatuh karena diserang massa. Mereka mendapatkan sejumlah pukulan hingga harus dibawa ke rumah sakit.
Kepala Polresta Surakarta Komisaris Besar Andy Rifai juga sempat kena pukul saat berusaha melindungi tiga warga itu. "Kena pukul beberapa kali, tapi tidak luka," katanya. Massa yang mengeruduk tempat itu lantas pergi setelah ada korban yang terluka.
Menurut Andy, saat ini polisi tengah berada di lapangan untuk melakukan pengejaran terhadap para pelaku. "Kami akan menindak tegas," katanya. Dia mengaku mendapat dukungan dari sejumlah pihak untuk mengusut kasus intoleran itu hingga tuntas.
Salah satu tokoh masyarakat Pasarkliwon, Habib Novel Alaydrus menyebut kasus intoleran itu sangat mencoreng nama Kota Solo. "Malam itu saya langsung ke lokasi untuk memberikan dukungan kepada polisi agar bekerja secara profesional," katanya.
Menurutnya, warga sekitar justru tidak pernah mempermasalahkan kegiatan yang sering digelar di rumah korban meski berbeda aliran. Dia menganggap semua warga berhak menggelar acara apapun di dalam rumah sepanjang tidak melanggar hukum. "Yang jelas perbuatan anarkistis (itu) yang salah," katanya mengecam penyerangan tersebut.
Apalagi, lanjutnya, keluarga korban sebenarnya sudah berusaha meminimalir potensi konflik dengan tidak menggelar acara berbau syiah selama beberapa tahun terakhir. "Polisi harus bisa melindungi semua warga negara termasuk kelompok minoritas," kata pimpinan Majelis Raudhoh itu.
Menurut salah satu warga yang enggan disebut namanya, massa yang menggeruduk memang mengira keluarga korban sedang menggelar ritual aliran syiah. "Padahal setahu saya mereka menggelar acara doa untuk persiapan pernikahan," kata warga tersebut.
Warga juga membantu polisi dengan memberi penghalang di jalan masuk agar massa yang datang tidak bertambah. "Warga lain kami minta tetap dalam rumah agar tidak jadi korban salah sasaran," katanya.
Terpisah, Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah mengecam keras aksi brutal yang membuat tiga orang terluka itu. "Kami mengecam tindakan brutal dan main hakim sendiri yang terjadi di Solo," kata Ketua GP Ansor Jateng, Sholahudin Aly seperti dalam rilisnya yang diterima Tempo.
Dia meminta agar polisi bersikap tegas demi menjaga kepercayaan publik di Solo kepada aparat penegak hukum. "Kami mendorong polisi bisa memberi rasa aman kepada siapapun untuk menyelenggarakan kegiatan adat yang tidak melanggar norma yang berlaku," kata dia.
AHMAD RAFIQ