TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Abdul Kadir Karding mempersilakan publik mengawal dan mengkritisi pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Salah satu yang mesti diawasi ialah potensi kehadiran pasal karet.
“Ini masih RUU, jadi kita masih diskusikan. Makanya butuh diawasi, diberi masukan, kira-kira mana yang dianggap longgar atau pasal karet,” kata Abdul lewat diskusi daring Menanti Ketegasan Komitmen, Menjaga Keamanan Data Pribadi, Selasa, 21 Juli 2020.
Abdul mengamati ada beberapa pasal yang masih harus diperjelas detailnya, seperti Pasal 16 yang mengatur pengecualian hak-hak pemilik data pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 14. Beberapa pengecualian tersebut diantaranya adalah untuk ’kepentingan pertahanan dan keamanan nasional’ dan ‘kepentingan umum dalam rangka penyelenggaraan negara.’
Ia menilai isi pasal tersebut harus lebih spesifik dalam menerangkan sejauh apa cakupan kepentingan pertahanan dan keamanan nasional, juga mempertanyakan seluas apa penyelenggaraan negara dan kepentingan umum akan berada diatas hak pemilik data pribadi.
“Prinsipnya, sebaiknya undang-undang itu detail dan rigid, kita berupaya nanti untuk tidak membuat undang-undang ini longgar, karena ini menyangkut hak dasar orang,” kata Abdul.
Soal tanggung jawab kelola perlindungan data pribadi, Abdul mengatakan saat ini ada dua pendapat yang sedang berdebat, yaitu akan berada dibawah Kominfo atau lembaga independen. Ia secara pribadi menilai dari sisi pengawasan perlunya dibentuk lembaga tersendiri, dibuat berdasarkan RUU PDP.
Abdul juga menyampaikan saat ini DPR masih menggali berbagai kecenderungan aspirasi dan pendapat politik masing-masing fraksi soal pertanggungjawaban ini. “Cuma ada masalahnya, kita sedang ada soal pembubaran 18 lembaga negara. Jadi memang harus didiskusikan lagi soal itu,” kata politikus PKB.
WINTANG WARASTRI