TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara akan menggelar sidang vonis untuk terdakwa kasus penyerangan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette hari ini, Kamis, 16 Juli 2020.
Sebelumnya, jaksa menuntut kedua satu tahun penjara. Jaksa berpendapat terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette terbukti telah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau sesuai dengan dakwaan subsider.
Berikut beberapa fakta seputar persidangan ini:
1. Tuntutan Ringan Terdakwa
Tim Advokasi Novel Baswedan mengkritik tuntutan 1 tahun yang diputuskan oleh jaksa. Salah satu tim advokasi, Arief Maulana, menyatakan tampak perbedaan yang jauh mengenai tuntutan jaksa atas kasus penyiraman air Novel dengan penyiraman air keras masyarakat biasa.
Arif mengatakan ada 6 kasus penyiraman air keras yang terjadi pada 2017-2020. Misalnya di Mojokerto, Bengkulu, Palembang, dan Pekalongan. Arif mengatakan rata-rata ancaman pidana untuk pelaku penyiraman air keras tersebut minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.
2. Enggak Sengaja
Salah satu alasan jaksa penutut umum menuntut terdakwa 1 tahun penjara karena kedua terdakwa. Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette dinilai tidak sengaja menyiram air keras ke wajah Novel.
"Terdakwa tidak pernah berpikir untuk melakukan penganiayaan berat, melainkan terdakwa hanya akan memberikan pelajaran terhadap saksi Novel Baswedan dengan cara menyiramkan air keras ke badan Novel Baswedan. Namun ternyata perbuatan terdakwa di luar dugaan dengan mengenai mata saksi Novel Baswedan," ujar jaksa saat membacakan tuntutan.
3. Motif dendam terdakwa
Jaksa penuntut umum menyampaikan motif dari Rahmat Kadir Mahulette menyiramkan air keras Novel karena kasus dugaan penganiayaan pencuri sarang burung walet oleh Novel saat masih bertugas di kepolisian.
Jaksa mengatakan terdakwa Rahmat kesal kepada Novel saat ramai pemberitaan tentang Novel Baswedan yang keluar dari institusi Polri dan melawan institusi Bareskrim yang sedang menegakkan hukum atas kasus sarang walet Novel. "Mendengar pemberitaan tersebut, terdakwa Rahmat menjadi tidak suka dan sangat benci terhadap Novel Salim Baswedan," ujar jaksa dalam persidangan.
Menurut jaksa, Rahmat merasa Novel telah berkhianat terhadap institusi Polri yang telah membesarkan namanya setelah dipindahkan ke KPK. Karena alasan itu, Rahmat disebut ingin memberi pelajaran ke Novel.
Ditemui sesuai persidangan, jaksa Ahmad Patoni mengatakan bahwa alasan Rahmat Kadir Mahulette menyerang Novel tidak hanya karena kasus sarang burung walet. "Banyak lah bukan hanya itu saja, selain masalah burung walet, ada yang lain. Kasus-kasus yang ditangani si Novel. Yang jelas adalah karena institusi Polri merasa dihancurkan oleh Novel," ujar Ahmad.
4. Janggal dari awal
Baik Novel dan Tim Advokasi menilai janggal tuntutan ringan yang diputuskan oleh jaksa penuntut umum. Tim Advokasi menyebutkan sejak awal telah mengemukakan banyak kejanggalan dalam persidangan ini, mulai dakwaan jaksa dinilai berupaya menafikan fakta sebenarnya. Jaksa hanya mendakwa terdakwa dengan Pasal 351 dan Pasal 355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP terkait penganiayaan.
"Padahal kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal. Sehingga jaksa harus mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," ujar anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Muhammad Isnur.
Kemudian lanjut Isnur saksi-saksi penting tidak dihadirkan jaksa di dalam persidangan, setidaknya terdapat tiga orang saksi yang semestinya dapat dihadirkan. Tiga saksi itu juga sudah pernah diperiksa oleh penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian.
Selain itu kata Isnur peran penuntut umum terlihat seperti pembela para terdakwa, hal tersebut terlihat dari tuntutan yang diberikan kepada dua terdakwa. Tidak hanya itu, kata Isnur, saat persidangan dengan agenda pemeriksaan Novel pun, jaksa seakan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan Novel.
5. Bukti yang Dikaburkan
Novel Baswedan menemukan sejumlah kejanggalan dalam sidang kasus penyiraman air keras yang ia alami. Salah satunnya, bekas guntingan yang terdapat di baju gamis yang ia pakai pada saat kejadian dan dijadikan bukti di sidang.
“Di bagian depan baju ada bekas guntingan, ini jelas aneh,” kata Novel dalam diskusi daring Indonesia Corruption Watch, Senin, 18 Mei 2020.
Novel berujar tak pernah menggunting baju itu. Sesaat setelah disiram air keras, Novel mengaku langsung membuka bajunya dan meletakannya di sekitar tempat kejadian. Dia langsung mencari air untuk membasuh wajah. Dalam persidangan 5 Mei 2020 terungkap bahwa bagian yang terpotong itu adalah yang terkena siraman air keras.
Novel mempertanyakan alasan dan di mana bagian bajunya yang terpotong tersebut. Ia menduga ada fakta yang coba disembunyikan. “Aneh kenapa barang bukti harus dipotong dan potongannya ada di mana. Ini kan jalan menyembunyikan fakta,” kata dia.
Selain baju yang terpotong, Novel mengatakan botol yang digunakan pelaku untuk menampung air keras tak dijadikan barang bukti di persidangan. Botol itu dipakai untuk menampung air,sebelum dituang ke dalam cangkir untuk selanjutnya disiram ke wajah Novel.
Novel mengatakan telah mengkonfirmasi keberadaan botol itu kepada tetangganya ataupun penyidik. “Botol itu ada, tapi di persidangan botol itu tidak jadi barang bukti,” kata dia.