TEMPO.CO, Jakarta - Tim Advokasi penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan mengecam proses persidangan kasus penyiraman air keras. Tim advokasi menengarai banyak kejanggalan dalam proses sidang tersebut.
"Bahkan proses persidangan ini dapat dikatakan sedang menuju ke arah peradilan sesat," kata anggota tim, Fatia Maulidiyanti lewat keterangan tertulis, Rabu, 15 Juli 2020.
Tim advokasi menyampaikan hal tersebut untuk menanggapi sidang vonis kasus ini yang akan diselenggarakan, esok hari. Fatia menilai persidangan digelar terkesan hanya untuk membenarkan seluruh dalil dan dalih yang disampaikan terdakwa. Tujuannya, untuk menyembunyikan menyembunyikan aktor intelektual penyiraman air keras pada subuh itu.
Menurut Fatia, sejumlah kejanggalan yang dilohat oleh tim ialah saksi dan barang bukti yang tak pernah dihadirkan ke persidangan. Selain itu, jaksa yang seharusnya menjadi representasi kepentingan korban justru berpihak kepada pelaku. Hal itu, kata dia, nampak saat Novel menjadi saksi di sidang dan tuntutan jaksa yang hanya setahun.
Selain itu, tim advokasi menyoroti langkah kepolisian yang menyediakan pendamping hukum untuk dua orang terdakwa, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette. Dia bilang ketua tim pendamping hukum dua terdakwa merupakan bekas penyidik dalam kasus ini.
"Sehingga, publik dapat dengan mudah menerka sikap Polri tidak mungkin akan objektif dalam menangani perkara ini," kata dia.
Tim advokasi meminta Majelis Hakim benar-benar menunjukan independensinya dalam membuat vonis di sidang Novel Baswedan. Jika hakim tak yakin dan tidak menemukan kesesuaian antara alat bukti dan kejadian, maka dua terdakwa tersebut semestinya dibebaskan.