TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak DPR membatalkan pembahasan Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila atau RUU HIP.
Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, unjuk rasa yang terjadi belakangan sebenarnya tak perlu ada jika DPR menghentikan pembahasan RUU HIP.
"Masih ada ada kecurigaan dari berbagai elemen masyarakat, menganggap bahwa ada pihak yang buying time, mengulur waktu," kata Abdul dalam webinar 'Agama dan Pancasila' yang digelar Partai Demokrat, Jumat, 26 Juni 2020.
Abdul mengatakan sebelumnya PP Muhammadiyah telah meminta Presiden Joko Widodo mengirim surat kepada DPR yang menyatakan tak akan membahas RUU HIP. Namun ternyata pemerintah tak kunjung mengirim surat tersebut.
Di satu sisi, Abdul mengakui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan memang mengatur bahwa sebuah RUU otomatis tak bisa dilanjutkan jika presiden tak mengirim surpres dalam 60 hari.
"Tapi enam puluh hari ini waktu yang lama, bukan waktu yang singkat, sehingga kita saksikan bersama dalam dua tiga hari terakhir ini gelombang aksi unjuk rasa tak bisa dihindari," kata Abdul.
Muhammadiyah, kata Abdul, menilai Pancasila merupakan ideologi yang sudah final dan menjadi konsensus bersama. Pancasila juga sudah dianggap kuat sebagai dasar negara dan sumber dari segala hukum sehingga tak perlu dibuat UU lain terkait Pancasila ini.