TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengungkapkan alasan Presiden Jokowi meminta DPR menunda pembahasan RUU HIP atau Haluan Ideologi Pancasila.
Menurut Mahfud Md, melihat substansi RUU HIP Pemerintah berpendapat TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme masih berlaku. Maka permintaan Pemerintah kepada DPR agar menunda pembahasan RUU HIP tak perlu dipersoalkan sebab TAP MPRS tersebut masih berlaku dan mengikat.
"Pemerintah tetap pada komitmen bahwa TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Larangan Marxisme, Komunisme, dan Leninisme merupakan satu produk hukum, peraturan perundang-undangan, yang mengikat dan tak bisa lagi dicabut oleh lembaga negara, atau oleh undang-undang sekarang ini," ujar Mahfud seusai bertemu Jokowi di Istana Negara hari ini, 16 Juni 2020.
Kritik bermunculan sebab RUU HIP tak memuat TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Maka menimbulkan kekhawatiran bahwa RUU Haluan Ideologi Pancasila akan membuka kembali jalan komunisme masuk ke Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia berpendapat RUU HIP mendegradasi Pancasila menjadi Ekasila.
Dalam pasal 6 ayat (1) disebutkan tiga ciri pokok Pancasila yang bernama lain Trisila, yaitu Ketuhanan, Nasionalisme, dan Gotong-royong. Lalu pada ayat (2) disebutkan bahwa Trisila dikristalisasi dalam Ekasila, yaitu Gotong-royong.
Menurut Mahfud Md. rumusan Pancasila yang digunakan Pemerintah adalah yang disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
"(Pancasila) Yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Itu yang sah," kata Mahfud.