Inisiatif berkebun juga dilakukan Sekolah Gajahwong Yogyakarta. Dampak pandemi membuat aktivitas sekolah terhenti. Tak ada pemasukan sama sekali. Padahal, sekolah harus membiayai tenaga pendidik yang datang ke rumah-rumah untuk mendampingi siswa.
Dalam kondisi normal, sekolah informal untuk kalangan miskin perkotaan ini membiayai kebutuhan operasional dengan menjual sampah lewat bank sampah yang mereka miliki. Sekolah ini menampung donasi sampah dari berbagai pihak, yakni hotel, kampus, dan kantor. Tapi, pandemi Covid-19 membuat hotel sepi tamu dan perkantoran tutup.
Pendiri sekolah Gajahwong, Faiz Fakhruddin mengatakan untuk menutup kebutuhan operasional, pengelola sekolah kemudian bersiasat dengan menjual sayur mayur hasil panenan di kebun mereka. Sayur mayur ini ditanam oleh delapan tenaga pengajar.
Mereka telah memanen sayuran dan mendistribusikannya untuk memenuhi gizi kalangan miskin perkotaan. "Sistem donasi. Sayur kami dibeli lalu didistribusikan untuk warga miskin," kata Faiz.
Bayam, kangkung, dan kemangi telah dipanen di kebun sekolah seluas 15x20 meter.Kebun sayur itu menjadi andalan untuk pemasukan. Mereka mengandalkan donatur. Sayuran yang dipanen itu digunakan untuk memenuhi komunitas pemulung sampah dan warga miskin yang tinggal di Kali Code. Gajah Wong menamakan program untuk bertahan di tengah pandemi ini sebagai donor sayur.
Kebun sayur ini biasanya digunakan sekolah sebagai media pembelajaran karena sekolah ini menekankan pada lingkungan dan sosial atau gotong royong. Selain kangkung dan bayam, di kebun itu tumbuh subur kemangi dan cabai. Kebun yang berdekatan dengan kandang kambing ini menggunakan pupuk organik. "Siswa sekolah kami tekankan menjaga lingkungan, belajar berkebun jadi praktek langsung," kata Faiz.