TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menyesalkan teror terhadap acara diskusi mahasiswa Constitutional Law Society (CLS) Fakultas Hukum UGM, kemarin.
"Webinarnya menurut saya tidak apa-apa, tidak perlu dilarang. Menurut konstitusi, memang presiden bisa diberhentikan. Tapi, alasan hukumnya limitatif," ujar Mahfud Md, lewat keterangannya, Sabtu, 30 Mei 2020.
Diskusi itu bertema 'Persoalan Pemecatan Presiden Di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan’. Acara yang sedianya digelar pada Jumat lalu itu batal dilakukan karena adanya teror terhadap panitia dan pembicara seminar.
Mahfud mengaku kenal dekat dengan pembicara dalam diskusi tersebut, yakni Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Ni'matul Huda.
"Saya pembimbingnya saat menempuh pendidikan doktor. Saya tahu dia orangnya tidak subversif, jadi tak mungkin menggiring ke pemakzulan secara inkonstitusional. Dia pasti bicara berdasar konstitusi," ujar pakar hukum tata negara ini.
Menurut Mahfud, diskusi tersebut hanya bertujuan membuka wawasan masyarakat bahwa siapapun tidak bisa serta merta berteriak menjatuhkan presiden hanya karena kebijakan Covid-19.
Menurut Pasal 7A UUD 1945, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa; pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
Untuk itu, Mahfud berharap peneror panitia diskusi tersebut ditangkap. "Yang meneror panitia itu bisa dilaporkan kepada aparat dan yang diteror perlu melapor. Aparat wajib mengusut, siapa pelakunya," ujar dia.