INFO NASIONAL — Belanja daring kian digemari konsumen selama masa pandemi Covid-19. Banyak orang enggan menyambangi pasar atau pusat perbelanjaan untuk menghindari kemungkinan tertular. Perlahan namun pasti, belanja daring menggantikan kebiasaan lama untuk berbelanja tatap muka. Namun, apakah tren ini tetap menggeliat jika pandemi berakhir?
Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, memprediksi kegemaran masyarakat membeli barang secara daring tetap kuat. "Di masa normal nanti, kalau sudah terbiasa, penjualan akan meningkat karena lebih efisien," ujarnya pada diskusi virtual Ngobrol @Tempo bertajuk "Cemerlang belanja daring di masa sulit", Kamis, 21 Mei 2020.
Baca Juga:
Menurut Agus, laju penjualan secara daring oleh e-commerce bahkan sudah terlihat sejak 2019. Total transaksi yang tercatat mencapai US$ 21 miliar. Maka, perilaku belanja daring menjadi peluang yang dapat menahan penurunan ekonomi nasional imbas pandemi.
Perusahaan e-commerce juga mencermati tren tersebut. Di sejumlah negara yang kini menghentikan status lockdown, masyarakatnya ternyata tetap gemar belanja daring. Penyebabnya, selain lebih praktis juga masih ada ketakutan terhadap ancaman Covid-19.
Selama periode Covid-19, terlihat akselerasi digital secara besar-besaran. Ada konsumen yang sebelumnya tidak pernah belanja online, sekarang memilih cara ini. Begitu juga konsumen yang awalnya khawatir dengan sistem pembayaran atau aspek pengiriman, sekarang mulai menikmati belanja daring.
Baca Juga:
“Ini juga dapat dilihat pelanggan yang kembali untuk membeli di platform kami. Jadi kalau kami lihat, perubahan ini akan menjadi new normal to a certain degree (normal yang baru pada tingkat tertentu),” ujar Monika Rudiono, Chief Marketing Officer Lazada Indonesia.
Peningkatan belanja daring yang membantu perputaran roda ekonomi nasional, menjadi hikmah di balik pandemi. Pemilik Paytren, Yusuf Mansur mengajak masyarakat melihat sisi positif, daripada menebar ketakutan.
Pembicara lainnya, Manajer Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah Indonesia E-commerce Association (IDEA), Rofi Uddarojat mengingatkan agar geliat belanja daring diimbangi dengan pertumbuhan UMKM.
“Berdasarkan data pemerintah, perkiraan UMKM yang go-digital baru sekitar 8 juta. Prediksinya kan ada 50 juta di Indonesia, jadi gap-nya masih sangat luas untuk terisi. Mudah-mudah, kalau insentifnya benar, akan lebih mudah UMKM untuk go-digital,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, Mendag Agus mengatakan pemerintah sudah memberikan stimulus berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 6 persen. “UMKM bisa meminjam modal Rp 50 juta tanpa agunan, salah satu partisipan bank adalah BRI. Ini sangat membantu UMKM mengembangkan bisnisnya,” ujarnya.
Selain itu, Kemendag memiliki sejumlah program, antara lain pengembangan kemitraan usaha dan peningkatan akses pasar bagi pelaku usaha mikro maupun kecil, temu usaha, forum dagang dan isu dagang lokal atau jenis-jenis kemitraan lainnya.
Pemerintah juga bekerja sama dengan pelaku e-commerce dan asosiasinya menjalankan program “Bangga Membeli Buatan Indonesia”. Melalui kampanye ini, Presiden Joko Widodo menargetkan 2 juta UMKM masuk ke platform e-commerce hingga akhir 2020.
Tujuan akhir Program “Bangga Membeli Buatan Indonesia” ini bukan semata-mata mengajak UMKM bergabung ke dalam e-commerce. Seluruh platform e-commerce di Indonesia bergotong-royong merangkul pelaku UMKM dengan memberikan bantuan agar mereka merasakan sukses bersama.
“Kita buat program bersama SMESCO, modelnya kakak asuh. Jadi kita menggunakan seller-seller existing di Lazada yang bisa dibilang senior. Pedagang senior ini akan mengadopsi 2 atau 3 binaan SMI (Sarana Multi Infrastruktur) kecil untuk dibina dan dibantu,” ujar Monika Rudiono. (*)