TEMPO.CO, Jakarta - Kubu Amien Rais dkk menilai pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara menangani pandemi Covid-19 atau Perpu Covid-19 menjadi Undang-Undang cacat formal.
Kuasa hukum Amien akan memasukkan dalil ini ke dalam gugatan baru yang bakal mereka ajukan kembali.
“Kami akan uji lagi, argumentasinya akan lebih banyak, baik secara prosedural, formal maupun material,” kata kuasa hukum Amien, Ahmad Yani, saat dihubungi Rabu, 13 Mei 2020.
Mantan anggota DPR ini menganggap pengesahan Perpu mejadi UU cacat formal karena sebagian besar anggota dewan melakukannya secara virtual. Rapat paripurna pada Selasa, 12 Mei 2020, dihadiri 296 anggota DPR, dengan rincian 255 mengikuti sidang secara virtual dan 41 hadir secara fisik.
DPR telah merevisi peraturan tentang Tata Tertib dalam rapat paripurna di tengah pandemi Covid-19 pada 2 April 2020. Aturan itu membolehkan anggota DPR menghadiri rapat secara virtual dalam keadaan tertentu.
Selain itu, Yani mengatakan Presiden Joko Widodo menyerahkan draf perpu ke DPR pada April. Karena itu, menurut dia, seharusnya DPR membahas perpu tersebut pada masa sidang berikutnya. Namun, ia mengatakan masih mencermati risalah sidang terlebih dahulu untuk memastikan masa sidang DPR.
“Kalau ternyata bahwa DPR belum melaksanakan reses dan disahkan sekarang itu berarti cacat prosedural. Kenapa cacat karena belum waktunya, harus masa sidang berikutnya. Masa sidang berikutnya harus dilakukan didahului dengan reses,” kata dia.
Meski demikian, Yani mengatakan masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah diajukan oleh pihaknya sebelum perpu ini disahkan menjadi UU.
Dalam gugatan itu, Amien Rais dkk mempersoalkan sejumlah pasal dalam Perpu Covid-19, di antaranya Pasal 2 mengenai pelebaran defisit anggaran di atas 3 persen dan Pasal 27 mengenai imunitas lembaga dan pejabat keuangan negara. Dia mengatakan akan menunggu putusan MK, sebelum kembai mengajukan gugatan terhadap UU Covid-19.